Sabtu 31 Aug 2019 06:14 WIB

2 Lokasi ini Pernah Jadi Tujuan Hijrah Sebelum Madinah

Madinah akhirnya menjadi tujuan hijrah Nabi Muhammad SAW.

Rep: Febryan A/ Red: Nashih Nashrullah
Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)
Mencintai Nabi Muhammad SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejarawan Islam Tiar Anwar Bachtiar mengatakan, hijrahnya Nabi Muhammad SAW dan umat Muslim ke Yastrib (Madinah) dilakukan setelah upaya sebelumnya berhijrah ke sejumlah kawasan menemui kegagalan. 

Terdapat dua daerah yang pernah dijadikan umat Muslim sebagai tujuan hijrah sebelulmya, yakni Habasyah dan Thaif.  

Baca Juga

Tiar menyebut, hijrah ke Thaif yang hanya berjarak 80 kilometer dari Makkah menemui kegagalan karena kondisi di sana tidak kondusif bagi kaum Muslimin untuk bertempat tinggal. Penduduk asli Thaif menolak ajakan Nabi untuk memeluk Islam .  

Sedangkan upaya hijrah ke Habsyah (sekarang Ethiopia) juga tak berjalan mulus. Meski umat Muslim sempat dua kali berhijrah ke negeri yang dipimpin Raja Najasyi itu. "Kalau ke Habsyah ya diterima tapi nggak ada orang Islam di sana. Rajanya disana masih orang Kristen. Gagal kedua hijrah tersebut," kata Tiar. 

Tiar menyebut, sejumlah upaya hijrah itu berjarak sekitar lima tahun sebelum akhirnya Nabi dan kaum Muslimin berhasil berhijrah ke Yastrib (Madinah). Yastrib akhirnya dipilih dan diizinkan Allah, sebut Tiar, karena sudah terdapat umat muslim di sana.  

Tiar menjelaskan, keberadaan kaum Muslimin di Yastrib karena sebelum masa hijrah terdapat puluhan orang Yastrib yang datang menuju Makkah. Mereka bertemu Nabi dan memeluk agama Islam. Peristiwa itu disebut Baiat Aqabah. "Bai'at Aqabah pertama itu ada 12 orang, lalu yang kedua sebanyak 73 orang," ungkap Tiar.  

Akhirnya, lanjut dia, 85 orang inilah yang menyebarkan ajaran Islam di Yastrib. Tiar memperkirakan, sudah terdapat ribuan umat Muslim di Yastrib sebelum hijrahnya Nabi.  

Tiar menambahkan, pilihan Nabi dan kaum Muslimin untuk pergi atau berpindah atau hijrah itu adalah sebuah tindakan menjaga keselamatan umat dan ajaran Islam. Orang kafir di Makkah saat itu menunjukkan ketidaksukaan kepada Nabi dan ajaran Islam dengan cara yang sangat kejam. Mereka melakukan penindasan secara fisik dan pelarangan umat Muslim untuk beribadah.

"Pilihan untuk pergi itu juga bukan sesuatu yang mudah dilakukan nabi, karena orang kafir berupaya membunuh nabi dengan mengejarnya," papar Tiar.

Perjalanan hijrah ke Yastrib yang ditempuh sekitar 10 hari perjalanan itu disambut dengan kaum Muslimin yang ada di sana. Hingga akhirnya Nabi didapuk sebagai pemimpin di Madinah.  

"Nabi pun mewujudkan sebuah peradaban yang diisi tidak hanya orang Islam, tapi juga orang kafir dan Yahudi. Nabi membuat kesepakatan yang namanya Piagam Madinah untuk mengatur peradaban tersebut," papar Pembina komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB) ini.

Tiar menambahkan, hijrahnya nabi ke Madinah akhirnya dijadikan oleh Khalifah Umar bin Khattab sebagai penanda awal kalender Hijriyah atau tahun satu Hijriyah. Penanggalan itu masih digunakan umat Islam hingga hari ini.  

Dua hari lagi atau tepatnya 1 September 2019 Masehi, umat Islam akan menyambut tahun 1441 Hijriyah. Tiar berharap, pergantian tahun Hijriyah ini dimaknai umat Muslim sebagai saat yang tepat untuk berhijrah sebagaimana yang dilakukan nabi. Yakni, berhijrah untuk mewujudkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta).  

  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement