REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Pyongyang menyebut harapan masa depan pembicaraan denuklirisasi dengan Washington tampaknya bakal memudar. Pyongyang menyayangkan pernyataan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo yang menyebut sikap Korea Utara yang tak mematuhi aturan.
“Tindakan Pompeo sangat menghina kami dan bahkan ia menyebut kata nakal. Ini adalah sebuah keselahan yang pasti akan mereka sesali,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara (Korut), Chose Son Hui dalam sebuah pernyataan yang dirilis melalui kantor berita KCNA pada Sabtu (31/8).
Chose Son Hui pun menyebut pernyataan Pompeo telah melampaui batas sehingga akan membuat sulit pembicaraan untuk mencapai negosiasi antara Korut dan AS. Bahkan, ia meyakini rakyat di negara terisolasi itu akan semakin merasa bahwa orang-orang dari Negeri Paman Sam sangatlah buruk.
"Harapan kami untuk dialog dengan AS telah memudar secara bertahap dan mendorong kami pada situasi di mana kami harus meninjau semua tindakan yang telah kami lakukan hingga saat ini,” jelas Choe Son Hui.
AS diminta untuk tidak lagi mencoba menguji kesabaran Korut dengan berbagai tindakan seperti yang dilakukan Pompeo saat ini. Pernyataan ini datang hanya satu pekan setelah Menteri Luar Negeri Korut, Ri Yong Ho mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa ia mengecam Pompeo yang dinilai telah menganggu negosiasi kedua negara, bahkan menggambarkannya sebagai ‘ramuan beracun’ dalam diplomasi AS.
Pompeo sebelumnya mengatakan bahwa AS akan terus melanjutkan sanksi yang terberat dalam sejarah bagi Korut. Hal itu akan dilakukan jika pemimpin Korut, Kim Jong-un tidak menepati komitmen untuk melakukan denuklirisasi.
“Korut akan menghadapi masa depan yang cerah dengan menyingkirkan senjata nuklir dan denuklirisasi,” kata Pompeo.
Pembicaraan damai antara AS dan Korut yang bertujuan untuk denuklirisasi Semenanjung Korea masih mengalami hambatan. Dalam pertemuan antara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump pada Februari lalu di Ibu Kota Hanoi, Vietnam, tidak ada kesepakatan yang tercapai antara kedua belah pihak.
Kim Jong-un saat itu telah menyalahkan tidak tercapainya kesepakatan dalam pertemuan antara dirinya dan Trump karena tuntutan sepihak Negeri Paman Sam. Sementara, tuntutan Korut yaitu agar dikuranginya sanksi internasional terhadap negara tersebut enggan dipenuhi oleh AS.
Namun, pada Juni lalu, Kim Jong-un dan Trump akhirnya bertemu kembali di zona demilitarisasi, perbatasan antara Korut dan Korea Selatan (Korsel) atau dikenal sebagai DMZ. Meski keduanya setuju untuk melanjutkan kembali perundingan damai, namun hingga kini belum dipastikan kapan itu dapat berlangsung.