REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Karya Citra Nusantara (KCN) Widodo Setiadi menegaskan, tak ada aset negara yang diambil dari keseluruhan pembangunan Pelabuhan Marunda. Karena itu, KCN tetap melanjutkan pembangunan seluruh dermaga.
"Tidak ada perampasan aset negara. Yang ada kami membangun, lalu kami mengkonsesikan sesuai amat undang-undang pelayaran sebagai persyaratan untuk sebuah Badan Usaha Pelabuhan (BUP) agar dapat terus melakukan kegiatan jasa kepelabuhanan," kata Widodo saat mengunjungi pembangunan Pelabuhan Marunda, Sabtu (31/8).
Meskipun sedang menunggu putusan kasasi atas kasus hukum yang melibatkan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) sebagai pemegang saham minoritas yang menginginkan perubahan komposisi pemegang saham, Widodo menjelaskan, KCN berkomitmen tetap melanjutkan pembangunan. KCN, kata dia, melanjutkan pembangunan dermaga pier 1, 2, dan 3 sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh kementerian koordinator politik hukum dan keamanan.
Dalam rekomendasi itu, pembangunan oleh PT KCN harus dilanjutkan demi kepastian investasi PT Karya Tehknik Utama (KTU) yang memiliki saham KCN sebesar 85 persen, sedangkan KBN hanya memiliki saham 15 persen.
"Surat rekomendasi tersebut dikirimkan pada 3 November 2017 yang ditujukan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (Menneg BUMN) dan Gubernur DKI Jakarta sebagai pemegang saham PT KBN," ujar Widodo.
Direktur Utama PT Karya Citra Nusantara (KCN) Widodo Setiadi saat memberikan keterangan kepada wartawan di pelabuhan Marunda, Jakarta, Sabtu (31/8)
Selain itu, dalam rekomendasi itu mengatakan bahwa bibir pantai yang direvitalisasi untuk membangun pier 1 hingga 3 adalah aset KCN dalam bentuk saham PT KBN kepada PT KCN. Oleh sebab itu, tidak ada lagi hak PT KBN.
Rekomendasi juga diberikan oleh Satgas Percepatan Efektifitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi dalam Pokja IV. Dalam rekomendasinya, Pokja IV itu menyatakan pembangunan yang sedang dilakukan KCN adalah proyek strategis nasional sehingga kasus KBN tidak boleh menghambat proyek strategis nasional.
Widodo menjelaskan, kasus yang tak kunjung selesai ini telah menyebabkan aktivitas bongkar muat barang berkurang hingga mencapai 60 persen. Ia menerangkan, sejumlah tenant besar yang menggunakan Pelabuhan Marunda di antaranya PT Indocement, grup Sinar Mas, Siam Cement, hingga Wijaya Karya, mulai bimbang karena belum ada kepastian hukum.
"Berkurangnya proses bongkar muat tentu mempengaruhi omzet dan fee konsesi yang dibayarkan kepada negara," kata Widodo.