REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA -- Sebagai masjid tertua di Majalengka, Masjid Jami Darussalam tak hanya memiliki arsitektur bangunan yang unik. Masjid ini juga menyimpan berbagai benda pusaka bersejarah di salah satu ruangannya.
Misalnya saja, tombak dan tongkat kayu sebanyak 28 buah, batok bertengger, keris dan beberapa sarungnya, pecahan-pecahan piring porselen, bola besi hingga kursi yang digunakan tokoh pendiri masjid saat mensyiarkan Islam sekitar abad ke-14.
Setiap Rabiulawal, pusaka-pusaka itu akan dimandikan. Itu sudah menjadi tradisi yang dilaksanakan sejak dulu dan masih bertahan hingga saat ini.
“Hanya saat Rabiulawal saja dikeluarkan untuk dimandikan karena ini pusaka bersejarah,” kata Wahdiyat (67 tahun) sesepuh Desa Karangsambung yang juga pengurus Masjid Jami Darussalam saat berbincang dengan Republika,co.id pada Ahad (1/9).
Menurut Wahdiyat, dulunya terdapat ratusan tombak dan keris di masjid Darussalam. Tetapi, benda-benda bersejarah itu kebanyakan hilang dicuri. Terakhir, pencurian benda pusaka itu terjadi pada 2018. Pencuri masuk melalui jendela masjid dan membobol pintu penyimpanan pusaka yang terletak di samping mihrab di ruang utama.
"Banyak yang mengambil, dulu saat memandikan itu ada satu dua yang hilang. Tahun lalu itu sampai tombak juga, cuma kayunya saja yang tak dibawa," katanya.
Benda-benda pusaka itu sebagian merupakan peninggalan para pasukan Mataram yang tak kembali ke Mataram dan memilih bermukim di Karangsambung setelah gagal menyerbu Batavia. Sebagian lagi merupakan peninggalan para utusan Susunan Gunung Jati.
Berdasarkan catatan sejarah desa Karangsambung, masjid Darussalam dibuat oleh para utusan Sunan Gunung Jati. Masjid ini menjadi pemersatu warga beberapa darah yang tadinya kerap berseteru memperebutkan batas wilayah. Diantara utusan Sunan Gunung Jati yang kemudian menyebarkan Islam di Karangsambung adalah Ki Gedeng Sawit.