REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Tito Karnavian memerintahkan Polda Papua dan Papua Barat untuk mengeluarkan maklumat larangan berdemonstrasi atau berunjuk rasa di seluruh kota yang ada di dua provinsi tersebut. Tito mengatakan, langkah itu terpaksa dilakukan untuk menangkal potensi kerusuhan dan aksi anarkistis lanjutan yang terjadi Bumi Cenderawasih dalam dua pekan terakhir.
Larangan menyuarakan pendapat bagi warga Papua ini seolah melengkapi larangan sebelumnya yang juga dikeluarkan pemerintah, yakni pembatasan akses internet ke media sosial. Warga Papua saat ini amat dibatasi dalam hal akses media sosial. Bahkan, menyusul kerusuhan Jayapura kemarin, akses telepon dan pesan singkat SMS pun terhambat karena jaringan Telkomsel turut rusak.
“Dalam rangka pencegahan, saya perintahkan kepada kapolda Papua dan Papua Barat untuk mengeluarkan maklumat, untuk saat ini di situasi saat ini, melarang demonstrasi yang berpotensi anarkistis,” kata Tito di Jakarta, Ahad (1/9).
Menurut Tito, negara memang membolehkan adanya penyampaian aspirasi dengan aksi turun ke jalan. Itu, kata dia, dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum. Namun, kepolisian menganggap izin aksi unjuk rasa di Papua dan Papua Barat selama ini disalahgunakan.
“Kenyataannya (demonstrasi di Papua dan Papua barat) menjadi anarkistis, menjadi rusuh. Ada korban, kerusuhan,” ujar Tito.
Gelombang aksi unjuk rasa di gelar di kota-kota utama di Papua dan Papua Barat sejak Senin (19/8). Protes itu bermula dari unjuk rasa protes warga Papua dan Papua Barat atas insiden rasialisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang. Unjuk rasa warga Papua juga terjadi bergiliran di beberapa kota, seperti di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Makassar, dan Manado serta di Medan.
Namun, unjuk rasa di Sorong, Manokwari, Mimika, dan yang terkini di Jayapura pada Kamis (29/8) berujung pada aksi kerusuhan dan pembakaran puluhan aset dan gedung pemerintah serta bangunan pribadi. Demonstrasi di Distrik Deiyai, Papua, pada Rabu (28/8) berujung kerusuhan yang menimbulkan korban jiwa dari pihak perusuh dan pihak keamanan.
Kepolisian, TNI, dan Kemenko Polhukam mengklaim, sejauh ini situasi telah kondusif. “Sekarang di Papua dan Papua Barat sudah jauh lebih kondusif dan dalam tahap rekonstruksi,” kata Tito.
Kendati demikian, Tito Karnavian mengatakan, 6.000 personel gabungan tambahan tetap akan dikirim ke kota-kota utama yang terkena dampak kerusuhan. Di antaranya di Manokwari, Sorong, Paniai, Deiyai, Jayapura, Nabire, dan Fakfak. “Kalau kurang, akan saya tambah lagi. Saya bersama Panglima TNI (Marsekal Hadi Tjahjanto) sudah berkomitmen untuk betul-betul membuat keamanan di sana. Kalau kurang, akan ditambah,” kata Tito.
Petugas berjaga di halaman Lapas Abepura di Kota Jayapura, Papua, Ahad a(1/9/2019).
Tak cuma menyiapkan personel keamanan dan tentara, Tito mengatakan, Polri dan TNI pun menyiagakan sejumlah sarana transportasi yang siap siaga menuju Papua dan Papua Barat jika sewaktu-waktu diperlukan. “Kita stand by (siagakan) juga pesawat, baik dari Polri dan TNI, termasuk helikopter kalau misalkan diperlukan,” ujar Tito.
Ia menerangkan, penerjunan ribuan personel gabungan Polri dan TNI di Papua dan Papua Barat tak dimaksudkan untuk membuat situasi semakin membara. Sebaliknya, menurut Tito, Polri dan TNI punya tanggung jawab memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat. Tito mengakui, meski ada sebagaian masyarakat yang berujung anarkistis, ada juga populasi damai yang wajib dilindungi di Papua dan Papua Barat.
Menko Polhukam Wiranto juga menyebutkan, situasi terkini di Papua dan Papua Barat sudah mulai kondusif. "Hari ini saya bahagia sekali. Pagi tadi saya dapat laporan bahwa Papua dan Papua Barat sudah kondusif," kata Wiranto di sela-sela kegiatan car free day (CFD) di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Ahad.
Menurut dia, kehidupan di Papua dan Papua Barat sudah mulai berjalan, pertokoan pun sudah mulai buka."Kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan terima kasih kepada teman-teman di Papua dan Papua Barat yang sudah sadar bahwa tidak perlu kita berkelahi, tidak perlu kita anarkistis, tidak perlu kita bakar-bakaran," ujar Wiranto.
Ia juga menegaskan, pemblokiran internet di wilayah Papua dan Papua Barat akan dibuka kembali bila situasinya benar-benar kondusif dan damai.