REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) meminta masyarakat tidak membuang sampah obat sembarangan. BPOM sudah menunjuk sejumlah apotek di 15 kabupaten/kota sebagai tempat membuang sampah obat-obatan.
Kepala BPOM Penny K Lukito menuturkan, penunjukan apotek-apotek sebagai tempat sampah obat-obatan untuk mengantisipasi peredaran obat ilegal maupun penyalahgunaan obat. Menurut Penny, masyarakat bisa membuang sampah obat di apotek-apotek di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Serang, Banjarmasin, Mataram, Makassar, Medan, Kendari, Pekanbaru, Pelambang, Yogyakarta, Denpasar, dan Batam.
Di sejumlah apotek di 15 kabupaten/kota tersebut sudah disediakan tempat sampah untuk obat-obatan. "Nanti akan diproses, sortir obat yang tidak terpakai, tetapi belum kedaluwarsa dan kondisinya masih baik, aman (diberikan) ke rumah sakit yang membutuhkan. Sedangkan, obat yang sudah kedaluwarsa disalurkan ke pembuangan limbah bahan beracun berbahaya (B3)," tutur Penny saat ditemui di Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan Obat–Ayo Buang Sampah Obat, di Jakarta, Ahad (1/9).
BPOM meyakini, tiap rumah memiliki obat yang tidak terpakai, tetapi belum kedaluwarsa. Ia menuturkan, jumlah obat dalam rumah tangga ini kalau dikumpulkan jumlahnya besar. Selain itu, saat ini, kebiasaan masyarakat masih sering membuang sampah obat kedaluwarsa atau yang belum secara sembarangan. Padahal, jika obat-obat itu dikelola dengan baik, masih ada kemungkinan untuk bisa digunakan kembali.
"Masyarakat bisa mengumpulkan sampah obat ke apotek di bawah pengawasan profesional apoteker supaya bisa dikonsumsi orang yang membutuhkan. Masyarakat bisa menyerahkan sampah obat-obatan itu ke seribu apotek di 15 kota yang ditunjuk menjadi pilot project tempat penerimaan obat yang tidak terpakai maupun obat yang sudah kedaluwarsa," ujar Penny.
Menurut Penny, gerakan buang sampah di apotek ini sebagai salah satu upaya mendukung pemberantasan obat ilegal dan penyalahgunaan obat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Penny mengatakan, gerakan ini harus dilakukan secara sinergi oleh berbagai pihak. Termasuk, berkolaborasi dengan organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
BPOM berharap, gerakan ini mampu meminimalisasi penyalahgunaan obat-obatan untuk keperluan produksi obat ilegal melalui pemanfaatan bahan baku dan pelabelan ulang. Menurut Penny, tindakan paling mudah untuk memproduksi ulang obat adalah melakukan perubahan atau perpanjangan tanggal kedaluwarsa dari obat yang sudah dibuang.
Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) meminta masyarakat menerapkan istilah Dagusibu saat mengonsumsi dan menyimpan obat-obatan. "Dagusibu merupakan akronim dari Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang dengan benar," ujar Ketua Pengurus Daerah IAI Jawa Timur Abdul Rahem saat dihubungi Republika, Ahad (1/9).
Ia meminta masyarakat mengecek label dan tanggal kedaluwarsa obat sebelum diminum. Penyimpanan juga harus di ruang yang tertutup. Jika sudah kedaluwarsa atau tidak bisa dikonsumsi kembali, IAI meminta obat tidak dibuang dalam kemasan utuh. "Karena khawatir ditemukan orang lain dan bisa disalahgunakan," tutur Rahem.
IAI meminta masyarakat memisahkan obat dari kemasan utamanya. Kemudian, obat itu dikubur atau ditanam di dalam tanah. "Jadi, jangan ditaruh sembarangan, seperti di air mengalir atau bak sampah," ujarnya.
IAI sendiri mengakui, BPOM melalui Balai Besar POM baru memiliki 15 unit mobil incinerator. Mobil ini digunakan untuk memusnahkan obat dan makanan berbahaya. Seluruh mobil tersebar di 15 provinsi dan belum bisa menjangkau seluruh kabupaten/kota dalam satu provinsi.
Misalnya, kata Rahem, untuk di Jawa Timur, mobil pemusnah obat dan makanan berbahaya belum bisa menjangkau wilayah Banyuwangi dari Surabaya. IAI berharap, pemerintah kembali menyediakan mobil pemusnah obat dan makanan berbahaya agar bisa menjangkau seluruh wilayah.
IAI mengaku, tidak bisa ikut memusnahkan sampah obat karena di apotek belum memiliki alat pemusnah obat kedaluwarsa. Mereka masih menggantungkan diri pada mobil pemusnah obat dan makanan berbahaya dari BPOM.
Tugas apoteker hanya memilah sampah obat, mana yang kedaluwarsa dan mana yang belum. Untuk yang sudah kedaluwarsa, obat akan dimasukkan pada mobil incinerator agar dihancurkan. Sedangkan, obat yang masih bisa diminum dan aman, tetapi sudah tidak dikonsumsi akan disalurkan ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk diberikan pada masyarakat yang membutuhkan.
Sebelumnya, pada Juli 2019 lalu masyarakat dikejutkan dengan temuan peredaran obat ilegal, termasuk obat palsu. Peredaran obat ilegal ini bersumber dari pemanfaatan obat kedaluwarsa atau obat rusak yang dibuang sembarangan. N rr laeny sulistyawati, ed: agus raharjo