REPUBLIKA.CO.ID, SINJAY -- Aksi unjuk rasa yang berujung ricuh, sangat berdampak terhadap tingkat perekonomian masyarakat di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Kondisi itu jelas membuat banyak prihatin. Salah satunya adalah Founder KAHMIPreneur Kamrussamad.
Menurutnya, kerusuhan ini berdampak nyata terhadap perekonomian masyarakat. “Dampak kerusuhan ini nyata. Contoh di Manokwari, ada pemilik fotokopian (Parnadi) rugi Rp 200 juta karena mesin fotokopiannya hancur. Pertokoan, warung dijarah, dirusak, dan dibakar, serta tutupnya berbagai Pusat Pusat ekonomi termasuk Pasar,” ungkapnya di acara LK II HMI Sinjai, di Aula Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Kabupaten Sinjai, dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Senin (2/9).
Para perserta acara LK II HMI Sinjai, yang diselenggarakan Kahmipreneur di Aula Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Kabupaten Sinjai.
Karena itu, KAHMIPreneur mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) untuk memberikan perlindungan terhadap pedagang pasar, nelayan, dan buruh harian yang berkaitan dengan aktivitas perekonomian warga. Sebab, kata dia, aksi teror sekelompok bersenjata di Pasar Cebama Wamena Jayawijaya Papua Jumat Pagi (23 Agustus 2019) telah menciptkan rasa ketakutan terhadap pedagang dan pelaku ekonomi lainnya. Sehingga, sangat potensi menggangu perekonomian daerah.
“Penggerak ekonomi sektor riil di Papua adalah sebagaian besar para pendatang dari berbagai Pelosok tanah air, mereka telah berkontribusi membuka lapangan kerja dan mendorong Pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu wajib Polri memberikan perlindungan pelaku perekonomian daerah. Jangan sampai kios, warung dan toko tutup karena merasa tidak aman,” ucap Kamrussamad Founder KAHMIPreneur.
Sebagai informasi, sejak Senin (19/8), unjuk rasa yang berujung kerusuhan terjadi di Manokwari dan Jayapura, kemudian menjalar ke Sorong, Fakfak dan Timika. Pengujuk rasa menentang tindakan rasis dan diskriminasi yang diterima sejumlah mahasiswa Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
Sejumlah agen perjalanan wisata yang tergabung dalam Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies (Asita) Papua telah melaporkan kerugian sekitar Rp 300 juta karena penurunan wisatawan pascakerusuhan di Papua dan Papua Barat.