REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Kesehatan menyampaikan defisit keuangan yang dialami perusahaan bisa terus membengkak jika kenaikan iuran tidak dilakukan. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris menuturkan, terhadap selisih antara rata-rata iuran bulanan dengan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan untuk pasien.
Fahmi mengatakan, pada tahun 2018 rata-rata iuran yang dibayarkan seluruh peserta BPJS Kesehatan per bulan sebesar Rp 36.200. Namun, biaya kesehatan per orang per bulan sebesar Rp 46.500.
Adapun tahun 2019, rata-rata iuran yang dibayarkan naik Rp 36.700. Namun biaya kesehatan riil sudah tembus Rp 50.700 per bulan.
"Jadi perlu mengatasi selisih antara biaya premi dengan biaya per bulan. Perlu ada bauran kebijakan dengan meningkatkan iuran," kata Fahmi dalam Rapat Kerja Gabungan bersama DPR di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (2/9).
Pihaknya menuturkan, semula pihaknya memprediksi defisit keuangan BPJS Kesehatan pada 2019 sebesar Rp 28 triliun, bisa melonjak hingga Rp 32 triliun. Adapun tahun depan, tanpa kenaikan iuran defisit bisa mencapai Rp 39,5 triliun.
Fahmi melanjutkan, dari tahun ke tahun defisit masih dapat terus melebar. Perusahaan memprediksi tahun 2021 angka defisit bisa bertambah mencapai Rp 50,1 triliun. Selanjutnya, memasuki 2022 defisit bisa tembus 58,6 triliun, kemudian menjadi Rp 67,3 triliun tahun 2023 dan menjadi Rp 77,4 triliun tahun 2024.
"Harapannya, dengan perbaikan fundamental iuran maka persoalan defisit bisa terselesaikan dengan terstruktur," ujar Fahmi.
Ia mengatakan, BPJS Kesehatan sudah memiliki 10 rencana kerja dalam lima tahun ke depan untuk merespons defisit. Di antaranya yakni pengelolaan dalam hal kepesertaan, iuran, kerja kepatuhan, belanja manfaat, riset dan inovasi, kerja sama strategis, teknologi dan informasi, perbaikan SDM, perbaikan organisasi, serta pengelolaan aset BPJS.
Berkaitan dengan tingkat kepatuhan pembayaran, Fahmi mengatakan pihaknya siap untuk memperbaiki kepatuhan pembayaran peserta BPJS Kesehatan. Terutama untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) yang saat ini membayar rutin per bulan secara manual.
Tak hanya itu, Fahmi mengatakan akan mengerahkan seluruh kader di daerah untuk lebih keras bekerja secara door to door untuk melakukan penagihan pembayaran iuran. "Kami akan melakukan soft colleting melalui pesan SMS, Whatsapp dan kami melakukan kebijakan kewajiban pembayaran melalui autodebet," ujar dia.