REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koperasi syariah Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Beringharjo memiliki cara tersendiri untuk menekan akses masyarakat bawah ke pelaku shadow banking, dalam hal ini adalah rentenir. Yakni, melalui program pembiayaan murah untuk pembebasan rentenir.
General Manager BMT Beringharjo Rury Febrianto menuturkan, program ini sebenarnya sudah dilaksanakan sejak 1994 dengan sifat yang masih generik. Sejak 2017, pengelola menyempurnakan program tersebut, termasuk dengan memberikan nominal maksimal Rp 1 juta per orang.
"Dana yang disalurkan ke pedagang adalah untuk mereka yang sudah terlibat rentenir dan kita ingin bebaskan," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (1/9).
Rury mengatakan, program ini telah melalui uji coba di sekitar Masjid Kauman, Yogyakarta. BMT Beringharjo bekerja sama dengan pengelola masjid untuk membebaskan para pedagang di sekitar sana dari rentenir. Sebanyak lebih dari 60 persen dari total pedagang di sana ternyata terlibat dalam pinjaman uang dengan rentenir.
Ada beberapa poin yang dicatat dalam uji coba program pembebasan rentenir. Salah satunya, urgensi edukasi kepada para pedagang mengenai bahaya rentenir. Rury mengatakan, pembelajaran ini ditujukan agar pedagang maupun masyarakat lainnya memang aware pada bahaya rentenir terhadap bisnis mereka.
"Kita coba edukasi, ketika dia pinjam ke rentenir, risikonya tinggi," tuturnya.
Setelah mengedukasi bahaya rentenir, Rury menambahkan, poin lain yang harus ditanamkan kepada masyarakat bawah adalah kapasitas atau kemampuan. Mereka patut mengetahui tingkat kemampuan mereka saat ingin meminjam kepada pihak manapun.
Dalam menjalankan program pembiayaan murah untuk pembebasan rentenir, Rury memastikan, BMT Beringharjo berupaya ‘menyamakan standar’ dengan rentenir. Dalam hal ini adalah kecepatan melakukan pencairan.
"Kelebihan dari rentenir itu kan cuma dua, kecepatan dan persyaratannya mudah. Ini yang harus dilakukan BMT," ucapnya.
Oleh karena itu, BMT Beringharjo berupaya memproses pencairan dalam jangka waktu pendek, yakni maksimal satu pekan. Tapi, para peserta masih harus menyampaikan sejumlah dokumen persyaratan pendaftaran, yaitu fotokopi KTP.
Syarat lain yang harus dilakukan adalah mengucapkan ikrar. Rury mengatakan, para pedagang pasar yang ingin dibebaskan dari rentenir wajib mengucapkan syahadat, menyatakan bahwa mereka tidak akan mengambil pinjaman lagi dari rentenir. "Baru, kita bebaskan setelah itu," ujarnya.
Meski memiliki batas maksimal pembiayaan Rp 1 juta per orang, tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang memiliki pinjaman ke rentenir lebih dari itu untuk mengikuti program pembiayaan BMT Beringharjo. Hanya saja, Rury menuturkan, mekanisme pembiayaan akan beda dan standar analisanya tidak sesederhana dibandingkan pinjaman di bawah Rp 1 juta.
Rury mengatakan, kebutuhan di atas Rp 1 juta biasanya akan menggunakan analisa 5C yakni Character, Capacity, Capital, Condition dan Collateral. Sebab, kalau seseorang dapat meminjam uang di atas Rp 1 juta, dapat menggambarkan bahwa bisnis yang mereka jalankan cenderung besar.
"Dan, ada kemampuan dia untuk mengangsur," ucapnya.
Kondisi tersebut berbeda dengan pedagang yang meminjam di bawah Rp 1 juta. Mereka biasanya meminjam untuk kebutuhan konsumtif seperti mengobati anak yang sedang sakit ataupun sekadar untuk makan.
Dalam proses pembebasan, BMT Beringharjo tidak menyerahkan uang melalui si peminjam. Pengelola langsung memberikannya kepada rentenir. Tujuannya, menghindari para pedagang pasar terlibat komunikasi lagi dengan para rentenir.
Program serupa juga telah dilaksanakan di pasar seluruh cabang BMT Beringharjo yang berada di 18 wilayah. Seluruhnya tersebar di Provinsi Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat.
Rury mengakui, BMT Beringharjo tidak memiliki target tertentu dalam melaksanakan program pembiayaan murah untuk pembebasan rentenir. Pengelola juga cenderung pasif untuk menghindari ‘bentrokan’ dengan para rentenir. Sebab, secara tidak langsung, program ini berpotensi mengurangi sumber penghasilan rentenir.
Rury menyebutkan, di beberapa tempat, pengelola BMT Beringharjo sempat menghadapi perlawanan dari para rentenir. Oleh karena itu, pengelola lebih kerap memberikan informasi dari mulut ke mulut antar pedagang. "Kita konsisten melakukan ini," katanya.