REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Gubernur Bank Indonesia periode 2013-2018 Agus Martowardojo meluncurkan buku biografi Pembawa Perubahan. Buku ini merupakan kumpulan cerita perjalanan hidup mantan menteri keuangan tersebut.
Agus tumbuh di tengah keluarga yang melimpahkan kebebasan. Agus berkenalan dengan nilai-nilai kerja keras, kejujuran, integritas, mendahulukan kewajiban serta percaya pada kekuatan persaudaraan sejak usia dini.
Lahir di Amsterdam, Agus melewati masa remaja dan pendidikan di Jakarta. Agus menjadikan tahun-tahun studinya sebagai periode belajar, bereksperimen, bersenang-senang.
"Ayah saya kalau ketemu selalu mengatakan, Agus kamu dalam segala macam kondisi, kamu harus punya kaki yang kuat. Itu prinsip dan integritas untuk kita dalam keadaan sedih maupun bahagia," ujarnya di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (2/9).
Agus mengungkapkan pesan kedua dari sang ayah selalu meminta agar tidak membebani orang lain. Lulus universitas pada usia 28 tahun, dia melaju di atas kecepatan maksimal saat memmasuki dunia kerja.
Berkarier di dunia perbankan sejak 1985, Agus hanya memerlukan satu setengah dekade untuk mendaki ke puncak. Setelah itu, dia praktis melejit di antara titik-titik kulminasi: menjadi presiden direktur, eksekutif dan CEO.
Akhir 2013, Bank Indonesia memasuki semacam krisis identitas: seluruh kewenangan pengawasan individual bank, separuh dari nyawa bank sentral selama ini, dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bersamaan dengan itu, perekonomian diempas badai baru. Para investor portofolio ramai-ramai meninggalkan Indonesia, yang dinilai berisiko.
Agus harus menata ulang peran bank sentral Indonesia, membangkitkan kekuataan lembaga pengwal moneter, menjaga reputasinya serta menegakkan martabat Merah Putih di antara bangsa lain.
Setelah itu, Agus bercerita pernah berkarier di Bank Mandiri. Pada saat itu juga bank terkena dampak dari krisis 1997-1998.
Parahnya dampak krisis terhadap Bank Mandiri mengharuskan pemerintag mengeluarkan Keputusan Presiden untuk menjamin Dana Pihak Ketiga (DPK) dan angka NPL mencapai 60 persen.
“Tahun 1998 pemerintah mengeluarkan perpres menjamin DPK. Saat itu dibentuk badan penyehatan perbankan," ucapnya.
Dia berharap agar Indonesia tidak mengalami krisis kembali. Hal ini dikarenakan krisis membuat perbankan banyak mengalami kebangkrutan. "Kami berkomitmen jangan mengalami krisis lagi karena itu sangat berat 1999,” kata Agus.