REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah tradisi, terutama di kalangan sebagian masyarakat Jawa, pernikahan tidak dianjurkan dilaksanakan selama Muharram atau dalam kalender Jawa disebut dengan bulan Suro.
Lantas, benarkah pernikahan sebaiknya tidak dilaksanakan selama Muharram? Pengasuh Pesantren Cendikia Amanah, Depok, Jawa Barat , KH Cholil Nafis, menjelaskan dalam Islam, melaksanakan kebaikan termasuk pernikahan boleh dilakukan kapan saja.
"Tidak terikat dan tidak ada larangan di waktu-waktu tertentu. Kapan saja, kapan sempatnya kebaikan itu dilaksanakan," kata Kiai Cholil yang juga Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini kepada Republika.co.id, Senin (2/9).
Menurut Cholil, kekhususan waktu pernikahan dan kaitannya dengan Muharram sebetulnya lebih bersifat pandangan pribadi atas kenyamanan saat menyelenggarakan pernikahan.
"Soal pernikahan pada Muharram sebenarnya hanya hitung-hitungan rasa nyaman dari kebiasaan orang yang menggunakan hitung-hitungan Jawa," papar dia
Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF juga menerangkan, 12 bulan dalam kalender Hijriyah itu baik semuanya. "keduabelas bulan itu tidak ada yang jelek. Jadi enggak ada aturan agama yang melarang menikah di bulan Muharram," kata dia sembari menambahkan, "Secara logika juga mudharatnya apa, maslahatnya apa. Jadi enggak masalah, pernikahan bisa di bulan apa saja," tuturnya.