Selasa 03 Sep 2019 09:39 WIB

Kementan Petakan Potensi Suplai Daging Sapi Lokal

Ternak yang tersebar di 34 Provinsi dipetakan baik daerah produksi atau konsumsi.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang pembeli tengah memilih daging sapi lokal di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Selasa (6/8).
Foto: dokrep
Seorang pembeli tengah memilih daging sapi lokal di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Selasa (6/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) memetakan potensi ketersediaan daging sapi dan kerbau lokal. Hal itu agar estimasi ketersediaan ternak hidup maupun daging terukur berdasarkan dinamika populasi pada tingkatan daerah. 

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan, Fini Murfiani mengatakan, fungsi pemerintah dalam kebijakan publik yaitu memastikan kebutuhan mengimbangi ketersediaan. 

Baca Juga

"Kami bertanggung jawab pada aspek suplai bahan pangan asal ternak, untuk itu akan dipetakan potensi daging tiap daerah,” ungkap Fini dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (3/8). 

Dalam memperhitungkan potensi ketersediaan daging sapi dan kerbau, kata dia, keberadaan ternak yang tersebar di 34 Provinsi ini dapat dipetakan baik daerah sentra produsen maupun konsumen. Daerah konsumen membutuhkan pasokan dari daerah sentra produksi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, Horeka (hotel dan restoran), dan industri olahan.

Fini menyampaikan, saat ini daerah konsumsi utama daging sapi adalah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, namun seiring waktu telah terjadi perubahan perdagangan ternak. Pola perdagangan ternak sapi atau kerbau antar-pulau dan antar-povinsi dinilai cukup dinamis dan berkembang pesat. 

Fini menerangkan dengan tumbuhnya daerah baru yang dianggap sebagai emerging market seperti beberapa daerah di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. Hal itu menunjukkan pergeseran dan perubahan pola konsumsi sehingga terlihat pembelokkan arus perdagangan ternak. Hal itu menjadikan yang awalnya sapi potong yang dikirim dari daerah sentra ke wilayah Jabodetabek, bergeser ke wilayah tersebut. 

Terkait penghitungan ketersediaaan untuk data komoditas peternakan, Sekretaris Ditjen PKH Kementan, Nasrullah mengatakan data peternakan dan keswan yang dimiliki harus berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga perlu diterapkan satu metodologi dalam hal pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data peternakan baik di pusat maupun dinas peternakan atau dinas yang melaksanakan fungsi pembangunan peternakan di provinsi, dan kabupaten kota.  Apalagi ke depan bakal diterapkan Satu Data Indonesia.

"Kami minta komitmen petugas data baik pusat dan daerah untuk bekerja optimal agar mendapatkan data akurat, valid, dan berkualitas," kata Nasrullah.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Bidang Statistik Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Badan Pusat Statistik (BPS), Hasnizar Nasution menegaskan yang sering menjadi permasalahan dalam pendataan. Untuk itu, Presiden telah menugaskan BPS membuat ‘Satu Data’ agar terwujud data yang akurat, mutakhir, terpadu, terintegrasi, dan mudah diakses oleh pengguna.

"Data sangat penting untuk pelaksanaan perencanaan, evaluasi, dan perbaikan tata kelola pemerintah kedepan," ungkap Hasnizar.

Direktur Jenderal PKH I Ketut Diarmita mengatakan, setidaknya ada enam parameter keberhasilan yang telah dicapai kementan dalam meningkatkan produksi daging. Enam parameter itu adalah peningkatan populasi ternak sapi dan unggas, peningkatan PDB sub sektor peternakan, peningkatan investasi, peningkatan NTP dan NTUP, peningkatan jumlah tenaga kerja di subsektor peternakan, dan terakhir perkembangan ekspor komoditas peternakan.

PDB Sub Sektor Peternakan pada 2018 berdasarkan catatannya meningkat 13,3 persen dibandingkan tahun 2017 sebesar 1,57 persen. Sedangkan sumbangan pada PDB pertanian tercatat sebesar 15,87 persen. Penyerapan tenaga kerja sektor peternakan pada 2018 mencapai 4,8 juta orang. Hal tersebut dinilai menggambarkan besarnya peran sektor peternakan dalam perekonomian nasional.

"Ada peningkatan populasi ternak sapi dan kerbau sebagai kinerja yang signifikan," kata Ketut. 

Salah satu upaya peningkatan populasi tersebut adalah melalui program Upaya Khusus Indukan Sapi/kerbau Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) yang dilaksanakan sejak tahun 2016. Program tersebut menekankan peningkatan kelahiran hasil dari Inseminasi Buatan (IB) dan sebagian kawin alam. 

Pada 2014 populasi sapi dan kerbau tercatat 14.610.359 ekor. Kemudian dalam setiap tahunnya, populasi itu terus meningkat. Pada 2018 misalnya, jumlah yang tercatat sebanyak 17.909.016 ekor atau mengalami loncatan kenaikan pertumbuhan menjadi sebesar 3.298.657 ekor. 

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS total populasi sapi potong, sapi perah, dan kerbau di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 18.120.831 ekor. "Keberhasilan kegiatan UPSUS SIWAB didukung oleh upaya peningkatan status kesehatan hewan, penjaminan keamanan pangan asal ternak, skim pembiayaan, investasi, dan asuransi ternak" kata Ketut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement