REPUBLIKA.CO.ID, ASSAM -- Hampir dua juta orang negara bagian Assam dikeluarkan dari daftar warga negara India. Hal itu meningkatkan kekhawatiran semakin banyak orang yang tidak memiliki kewarganegaraan.
Daftar yang dikenal sebagai Daftar Warga Negara Nasional (NRC) dipublikasikan pada Sabtu (31/8) lalu. Publikasi tersebut dilakukan setelah proses identifikasi warga legal yang dilakukan selama bertahun-tahun akhirnya selesai.
Pemerintah Assam mengatakan sebanyak 3,1 juta orang masuk dalam daftar NRC. Tapi tidak dengan 1,9 juta orang lainnya.
"Seluruh proses NRC sudah diperbaharui secara teliti dengan sikap yang objektif dan transparan, dalam setiap prosesnya semua orang diberi peluang untuk didengarkan," kata pemerintah Assam seperti dilansir dari Aljazirah, Selasa (3/9).
Pemerintah mengatakan pengumpulan data raksasa tersebut dilakukan untuk mendeteksi dan mendeportasi imigran ilegal dari Bangladesh. Para kritikus mengatakan pengumpulan data itu dilakukan untuk mendeportasi Muslim, sepertiga populasi Assam yang miskin.
"Seluruh proses dilaksanakan sesuai dengan perundang-undangan dan di setiap tahapannya dilakukan sesuai dengan prosedur yang seharusnya," kata pemerintah Assam.
Kebencian terhadap imigran sudah lama membakar Assam. Penduduk setempat menuduh para imigran mengambil pekerjaan dan tanah mereka.
Jutaan pengungsi Bangladesh baik muslim maupun Hindu datang ke India setelah negara mereka berperang menutut kemerdekaan pada tahun 1971. Di masa lalu, gelombang imigran yang masuk ke Assam memicu kekerasan.
NRC hanya dilakukan di Assam dan pertama kali digelar pada 1951. Pengumpulan data yang terbaru dimulai pada 2015 dan diawasi oleh Mahkamah Agung India. Untuk bisa dimasukkan ke dalam daftar NRC, warga harus menunjukan bukti mereka atau leluhur mereka sudah tinggal di Assam sebelum 1971.
Demi merilis rancangan NRC pada bulan Juli lalu petugas memeriksa dokumen yang diajukan lebih dari 33 juta orang. Daftar itu mengeluarkan lebih dari 4 juta orang.
Pemerintah mendirikan kantor-kantor yang digunakan warga untuk memverifikasi status kewarganegaraan mereka. Pada hari Sabtu lalu di desa Buraburi, sekelompok orang berbaris di salah satu dari banyak kantor yang didirikan di seluruh penjuru Assam, memeriksa nama mereka di daftar akhir.
Mijanur Rahman, seorang petani berusia 47 tahun melihat namanya, putranya yang berusia 21 tahun dan dua orang putrinya yang berusia 16 dan 14 tahun dalam daftar tersebut. Tapi, tidak dengan istri dan tiga orang putrinya yang berusia dibawah 10 tahun.
"Saya sangat khawatir, kami akan lihat apa yang sekarang pemerintah lakukan, mungkin mereka akan menawarkan bantuan," kata Rahman sambil menangis.
Warga yang tidak masuk daftar harus menunjukkan bukti kewarganegaraan mereka ke badan semi-yudisial daerah dalam 120 hari ke depan. Sudah ada 100 badan yang dikenal sebagai pengadilan untuk orang asing itu. Diperkirakan pemerintah akan menambahnya hingga 200.
Para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) khawatir warga yang tidak dimasukan ke dalam daftar akan dipenjara atau dideportasi. Mereka juga akan kehilangan hak sipil mereka seperti hak untuk memberikan suara.
Pemerintah sempat mengumumkan akan membangun 10 pusat penahanan imigran. Sudah hampir 1.000 orang dimasukkan ke dalam enam pusat penahanan imigran karena tidak memiliki dokumen resmi.
Pada awal tahun ini, karena tidak masuk dalam daftar sebelumnya seorang veteran tentara yang berjasa, Mohammad Sanuallah menghabiskan 11 hari di pusat penahanan imigran tersebut. Namanya juga tidak ada dalam daftar yang dipublikasikan hari Sabtu lalu.
"Nama saya dan putra dan putri saya tidak ada dalam daftar, ini sangat menyakitkan tapi saya harus bersabar dan menunggu perintah pengadilan, saya yakin dalam sistem yudisial negara kami," katanya kepada Aljazirah.
Ada beberapa tokoh yang namanya juga tidak masuk dalam daftar hari Sabtu. Seperti anggota legislator Ananta Kumar dan mantan legislator Ataur Rahman Majharbhuyan.
Kepala Kementerian Assam Sarbananda Sonowal meminta warga tetap tenang. Ia berjanji akan memberikan 'perlakukan khusus' bagi mereka yang namanya tidak masuk kedalam daftar.
"Kami akan memberikan semua bantuan yang memungkinkan, jadi tidak perlu panik, saya akan meminta semua orang untuk tetap menjaga perdamaian dan harmoni," kata Sonowal.
Pemerintah mengantisipasi adanya kekerasan setelah daftar NRC tersebut dipublikasikan. Assam dalam keadaan siaga dan pasukan tambahan sudah dikerahkan ke negara bagian itu.
Pemerintah Perdana Menteri India Narendra Modi yang konservatif Hindu mendukung sepenuhnya program kewarganegaraan di Assam. Ia berjanji akan menggelar program serupa di seluruh India.
Namun, ada anggota Bharatiya Janata Party (BJP) yang mengusungnya mengkritik program ini. Menteri dari BJP, Himanta Biswa mengatakan dalam prosesnya banyak'orang India yang baik' tidak masuk dalam daftar NRC.
"Kami kehilangan harapan penyajian bentuk NRC, dibutuhkan strategi yang segar agar kami bisa mengeluarkan imigran ilegal," katanya.