Rabu 04 Sep 2019 08:25 WIB

Masjid Wadi Al Husein, Saksi Masuknya Islam ke Thailand

Masjid Wadi Al Husein konon dibangun sepupu Sunan Ampel.

Masjid Wadi Al Husein adalah salah satu peninggalan dalam sejarah penyebaran Islam di Thailand bagian selatan, tepatnya di Provinsi Narathiwat. Masjid ini berusia lebih dari 300 tahun.
Foto: thailand tourism directory
Masjid Wadi Al Husein adalah salah satu peninggalan dalam sejarah penyebaran Islam di Thailand bagian selatan, tepatnya di Provinsi Narathiwat. Masjid ini berusia lebih dari 300 tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Masjid Wadi Al Husein adalah salah satu peninggalan dalam sejarah penyebaran Islam di Thailand bagian selatan, tepatnya di Provinsi Narathiwat. "Masjid ini dibangun pada 1014 Hijriyah. Saat itu nama daerah ini masih di Teluk Manok," kata Khatib Masjid Wadi Al Hussein, Yusuf (54 tahun) di Lubuk Sawo, Bachok, Narathiwat, Thailand, Selasa (3/9).

Dia menambahkan usia masjid tersebut telah mencapai lebih dari 300 tahun. Seiring berjalannya waktu, masjid itu telah dua kali mengalami perbaikan pada bagian pondasi masjid.

Baca Juga

"Pertama kaki-kaki masjid yang dari kayu diperbaiki, namun karena termakan usia dan lapuk, pondasi kaki masjid ditambahi semen pada 1357 Hijriyah," ujar pria kelahiran Pattani, Thailand ini.

Yusuf yang telah mengurusi masjid selama 25 tahun ini mengemukakan, penamaan masjid yang memiliki luas kurang lebih 180 meter persegi itu diambil dari nama orang yang membangun pertama kali. "Dibangun oleh Wadi Al Hussein, alim ulama di sini pada masa dulu," kata Yusuf.

Imam masjid saat ini adalah Ramli Talokding (63) yang merupakan generasi ketujuh Wadi Al Hussein. Menurut dia, ada kedekatan emosional antara Wadi Al Hussein dengan salah satu wali nusantara, yakni Sunan Ampel. Wadi Al Hussein konon sepupu dengan Sunan Ampel dari Demak.

"Masjid ini pernah didatangi (katanya) Sultan Demak, Sultan Palembang. Dari Malaysia macam datuk-datuk datang untuk melihat," ujarnya.

Masjid yang terbuat dari kayu itu terjadi terkesan sederhana dan mirip rumah panggung yang di atap sudut masjid dipasang beberapa kipas angin. "Bangunan masjid menggunakan kayu yang orang Melayu sebut kayu cengah. Ada kolaborasi budaya Melayu dan China (di segi arsitektur masjid). Budaya Melayu nampak pada ukiran bunga yang ada di ujung-ujung atap. Budaya China nampak pada atap masjid," kata Yusuf.

Yusuf menyebutkan sempat terbersit niat memugar masjid agar lebih besar dan menampung lebih banyak umat, tetapi tidak jadi lantaran akan mengurangi keaslian arsitektur masjid. "Mau (dibangun) lebih besar juga. Tapi lebih baik tetap menjaga keaslian. Untuk menjaga masjid ini diperlukan sifat sabar, kepandaian, bersatu padu, dan sifat ikhlas," ujar Yusuf.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement