REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerhati sejarah dan budaya, Ridwan Saidi, mengaku hanya ingin meluruskan sejarah di Indonesia saat melontarkan pernyataan yang viral di media sosial baru-baru ini.
Salah satunya, Ridwan mengklaim kerajaan Sriwijaya fiktif belaka. Ridwan menuding kerajaan Sriwijaya hanya kelompok bajak laut yang dibesar-besarkan.
Ridwan menegaskan sejarah di Indonesia bukan diawali oleh masuknya agama Hindu dan Buddha melalui kerajaan Sriwijaya dan Tarumanegara. Ia merasa ajaran Islam sudah lebih dulu masuk ke Indonesia.
Ia menuding ada skema sejarah yang dibuat-buat oleh kolonial Belanda di masa penjajahan. Menurut dia, kesalahan sejarah itu malah dipertahankan hingga saat ini.
"Sejarah Indonesia enggak pernah diawali Hindu dan Buddha. Sriwijaya kerajaan pembawa Buddha, Tarumanegara Hindu itu teorinya Belanda, itu enggak benar. Sriwijaya itu enggak ada, yang ada kerajaan Islam Palembang abad ke-8 kemudian jadi kesultanan Islam Palembang, itu ada kenapa ditutupin," katanya dalam wawacara pada Republika.co.id.
Ridwan mengklaim benih masuknya Islam di Palembang mulai terjadi sejak abad ke-2 Masehi. Saat itu, Islam belum masuk secara keseluruhan alias baru sebatas ajaran Tauhid saja. Kemudian bukti eksistensi Islam, kata Ridwan ialah dari dibangunnya Masjid di Bukit Siguntang pada abad ke-10 oleh bangsa Persia.
"Pandangan saya kuat, yang pertama kali masuk Palembang itu Islam, Sriwjaya itu dimana? Cuma bikinan Belanda (kolonial)," ungkapnya.
Demi mempertahankan argumennya, Ridwan bersedia bila ada ahli sejarah atau arkeolog yang menantangnya. Ridwan bersikukuh pernyataannya bukan sekedar menimbulkan sensasi, melainkan upaya meluruskan sejarah dari campur tangan kolonial.
"Enggak apa-apa kalau ditantang, saya siap, siapa sini ahlinya. Kalau arkeolog-arkeolog mah enggak lah, mereka terlalu banyak klaim, enggak ada situsnya mereka, prasasti juga enggak ada," ucapnya.
Walau tak melontarkan bukti-bukti kuat, Ridwan merasa ajaran Islam merupakan yang pertama kali masuk ke Nusantara. Ajaran itu lalu menyebar hingga memengaruhi sosio-kultur masyarakat Nusantara.
"Ini usaha untuk meluruskan sejarah, bukan Hindu dan Budha yang awalnya disini (Indonesia), tapi Islam," tegasnya.
Sebelumnya, pernyataan Kerajaan Sriwijaya fiktif yang dilontarkan Ridwan di salah satu saluran Youtube sempat ramai diperbincangkan. Ridwan menyampaikan sejumlah alasan mengapa ia menganggap kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan rekaan semata.
Dalam salah satu paparannya, Ridwan menyebut bahwa Kerajaan Sriwijaya hanyalah bajak laut yang dibesar-besarkan. Kemudian Ridwan juga menganggap prasasti kedukan Bukit bukanlah bukti adanya Kerajaan Sriwijaya, tapi bukti adanya komunitas spiritual kaum Sheba yang dibawa Ratu Sheba pada abad ke-2.
Organisasi profesi Masyarakat Sejarawan Indonesia Provinsi Sumatera Selatan menyebut pernyataan budayawan Betawi Ridwan Saidi yang mengatakan Kerajaan Sriwijaya fiktif adalah ngawur, Pernyataan itu tidak dapat diterima.
"Jelas ngawur, sebuah temuan harus diuji oleh forum ilmuan sebidang agar ada pengakuan, tidak bisa asal berpendapat," kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI ) Sumsel sekaligus Dosen sejarah Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Farida Wargadalem kepada Antara, Senin (26/8).
Arkeolog dari Balai Arkeologi Sumsel, Retno Purwati, menegaskan, Kerajaan Sriwijaya memiliki bukti peninggalan berupa 22 prasasti di Palembang. Salah satunya yang masih dapat dilihat, yakni Prasasti Kedukan Bukit.
"Sriwijaya adalah Kerajaan Maritim terbesar yang berpindah-pindah, bukan berbentuk sebuah negara seperti yang banyak orang bayangkan dan sering membuat orang ngawur saat mengatakan Sriwijaya itu tidak ada," kata Retno.