REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog anak dan remaja Ratih Zulhaqqi mengatakan kecanduan pornografi membuat anak-anak tidak mampu mengontrol diri dan sulit melepaskan dari pikiran tersebut. Sehingga banyak anak yang menjadi pelaku kekerasan seksual.
Ratih menilai, paparan pornografi mirip dengan obat-obatan terlarang. Artinya pornografi membuat penikmatnya kecanduan dan tidak memiliki kontrol diri maupun pemikiran logis.
"Kenapa anak-anak terpapar pornografi ini yang paling mudah menjadi pelaku kekerasan? karena perkembangan otak bagian depan mereka belum matang dan ketika memperoleh informasi apa pun jadi bermasalah, tidak dapat dicerna dengan baik. Akhirnya mereka tidak bisa mengontrol perilakunya," ujarnya saat dihubungi Republika, Rabu (4/9).
Kecanduan pornografi bisa disembuhkan, namun butuh konsistensi dan bantuan dari orang lain. Karena itu, pemberian pendidikan seksual sejak dini menjadi kunci penting upaya mencegah anak terpapar pornografi.
Sayangnya, banyak orang tua berpikir pembicaraan mengenai seks kepada anak adalah hal tabu. Padahal ini menjadi informasi penting untuk anak dan bukan hal yang jorok.
Ia mengaku pernah menerima pasien anak terpapar pornografi yang memvideo kakaknya saat sedang mandi. Setelah ditelusuri ternyata anak tersebut tidak mendapatkan pendidikan seks dari orang tua mengenai hal ini.
Pendidikan seksual menurut Ratih bisa diberikan pada buah hati sejak dini, sesuai pemahaman anak. Misalnya anak berusia dua tahun mendapatkan pengetahuan higienitas cara cebok atau membersihkan kelamin setelah buang air dengan benar.
Kemudian ketika bertambah usianya tiga tahun diajari ada bagian anggota tubuh yang tidak boleh dilihat atau dipegang orang lain, kecuali orang tuanya atau dokter, yaitu mulut, pantat, dada, dan alat kelamin. Anak juga mendapatkan pengetahuan mengenai menstruasi dari ibunda dan jika berjenis kelamin laki-laki mendapatkan informasi mimpi basah
Tak hanya itu, ia meminta pemberian pendidikan seksual juga harus mencakup berinteraksi dengan lingkungan. Termasuk bagaimana berpakaian dan bertingkah laku dan menolak dicium atau jika anak itu enggan menerima karena tidak nyaman.
"Yang tidak kalah penting, anak yang tidur harus terpisah dari orang tuanya ketika berusia dua tahun karena mulai memahami lingkungan, berkomunikasi dan bisa melihat hubungan seksual orang tuanya," katanya.
Jadi, ia menambahkan, pendidikan seksual dari ayah dan ibu hingga anak remaja bisa menambah pengetahuan dan diharapkan meminimalisasi pornografi karena sudah teredukasi. Tak hanya orang tua, ia menyebutkan pornografi juga menjadi urusan lingkungan hingga negara.
Semua wajib mengingatkan jika ada anak yang mengakses pornografi.
Sebelumnya Koordinator Nasional End Child Prostitution and Trafficking (ECPAT) Indonesia Ahmad Sofian mengatakan, internet menjadi faktor utama yang memicu bahaya kecanduan pornografi terhadap anak.
"Penelitian ECPAT 50 persen anak yang kecanduan pornografi melakukan kekerasan seksual pada anak lainnya," ujarnya.