REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah memutuskan kenaikan tarif iuran bulanan peserta BPJS Kesehatan. Menurut Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan tersebut dilakukan agar masyarakat sadar hidup sehat itu mahal dan membutuhkan perjuangan.
"Semua masyarakat harus memahami itu. Jangan mengembangkan sehat itu murah. Nanti repot. Sehat itu mahal, perlu perjuangan. Kalau sehat itu murah orang menjadi sangat manja, tidak mau mendidik dirinya untuk menjadi sehat. Sehat itu perlu perjuangan. Perlu olahraga, perlu ngurangi rokok," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Rabu (4/9).
Ia menjelaskan, pemerintah telah melakukan berbagai kajian sebelum memutuskan kenaikan iuran peserta BPJS Kesehatan. Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan, tarif iuran BPJS Kesehatan diusulkan untuk naik.
Kendati demikian, kata dia, Presiden juga meminta agar kenaikan tarif BPJS Kesehatan diiringi dengan perbaikan manajemen BPJS Kesehatan. "Termasuk bagaimana bangun sistem lebih efisien, lebih efektif. Jadi dua-duanya akan dibenahi. Karena memang secara itung-itungan, selama ini BPJS tidak pernah mencukupi. Oleh karena itu caranya harus naik," ujar dia.
Seperti diketahui, kenaikan tarif iuran peserta mandiri BPJS kelas I dan II JKN-KIS diberlakukan mulai 1 Januari 2020. Iuran kelas I akan naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu per jiwa per bulan. Sementara, iuran kelas II naik dari Rp 59 ribu menjadi Rp 120 ribu.
Iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang iurannya dibayar pemerintah juga naik dari Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu per jiwa per bulan. Iuran yang tidak naik hanya peserta mandiri yang merupakan pekerja bukan penerima upah (PBPU) serta bukan pekerja (BP) kelas III.