REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan maraton Operasi Tangkap Tangan (OTT) sejak Senin (2/9) hingga Selasa (3/9). Lembaga antirasuah secara pararel dalam waktu dua hari membongkar tiga kasus rasuah sekaligus melalui OTT.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menegaskan penindakan sama pentingnya dengan upaya pencegahan. Bahkan, KPK harus konsisten mengungkap perkara melalui operasi senyap tersebut.
“OTT atau penanganan perkara dengan cara lain perlu terus dilakukan secara konsisten, sebagaimana halnya dengan upaya pencegahan korupsi,” kata Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/9).
Jenderal bintang dua itu mengakui tangkap tangan bukan satu-satunya upaya KPK memberantas korupsi di Indonesia. Namun, penindakan tidak bisa berhenti selama korupsi yang dilakukan pejabat negara masih berlangsung.
“Perlu dipahami, OTT memang bukanlah strategi tunggal dalam pemberantasan korupsi. Upaya pencegahan terus dilakukan KPK jika korupsi belum terjadi,” ujar dia.
Ia menerangkan, sebenarnya ada banyak instrumen pencegahan korupsi yang diatur dalam Undang-Undang. Di antaranya, laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), pelaporan gratifikasi, dan pendidikan antikorupsi. Tak hanya itu, KPK juga telah membuat terobosan untuk memaksimalkan fungsi trigger mechanism dengan membentuk unit koordinator wilayah.
Namun, hal itu jelas tidak akan maksimal selama ada komitmen dari institusi terkait, baik pemerintah pusat dan daerah, parlemen, instansi lain, serta entitas politik.
“Apalagi korupsi yang cukup banyak terjadi adalah yang dilakukan aktor politik, sehingga jika kita bicara tentang keberhasilan pencegahan benar-benar dibutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh elemen bangsa ini. Namun, jika kejahatan korupsi telah terjadi, KPK sebagai penegak hukum tidak boleh diam," kata Basaria.