Kamis 05 Sep 2019 00:32 WIB

Ahli Ini Ingatkan Minimnya Ketersediaan Air di Ibu Kota Baru

Guru Besar Universitas Brawijaya minta pemerintah segera cari solusi ketersediaan air

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sejumlah anak bermain di kawasan yang masuk ke dalam wilayah ibu kota negara baru di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (31/8/2019).
Foto: Antara/Akbar Tado
Sejumlah anak bermain di kawasan yang masuk ke dalam wilayah ibu kota negara baru di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Sabtu (31/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB), Profesor Mohammad Bisri mengingatkan pemerintah tentang ketersediaan air di Kalimantan Timur (Kaltim). Pasalnya, ketersediaan air di ibu kota baru negara ini sulit. 

"Khawatir ini karena saya pernah melihat ke sana," kata Bisri dalam forum diskusi bersama Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (Ika UB) di Gedung Dekanat Fakultas Teknik UB, Kota Malang, Rabu (4/9).

Baca Juga

Secara teori, Bisri mengungkapkan, ketersediaan air baku berarti harus memiliki sumber di dalamnya. Namun berdasarkan temuannya, jenis air tanah sebagai sumber utama agak sulit ditemukan di Kaltim. Bisri berpendapat, situasi ini kemungkinan karena area Kaltim didominasi batu bara. 

Bisri tak menampik, awalnya mengira Kaltim memiliki ketersediaan air tanah cukup baik. Hal ini diperkuat dengan adanya gambaran hutan yang begitu hijau di wilayah tersebut. Akan tetapi, ternyata tidak ada petunjuk potensi air tanah yang kuat di sana.

Melihat kondisi ini, Bisri pun mendorong pemerintah segera membuat desain mumpuni untuk ketersediaan air. Sebab, Kaltim dilaporkan hanya mengandalkan jenis air permukaan. Dengan kata lain, wilayah tersebut bergantung pada waduk dan bendungan.

Air permukaan berarti waduk dan bendungan hanya mengandalkan curahan hujan. Sementara air hujan, kata Bisri, bukan sumber air sesungguhnya. Berdasarkan situasi tersebut, maka ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk menemukan solusinya.

"Pemerintah harus lihat simulasi air hujannya berapa? Neraca air harus dihitung? Prediksi jumlah penduduk yang akan datang berapa?" tegasnya.

Bisri berharap, pemerintah bisa mengawal masalah ketersediaan air di Kaltim. Ia tidak ingin pemerintah gagal mengelola air di ibukota baru negara tersebut. Apalagi air menjadi bagian penting dalam kehidupan, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Bisri juga mendorong, pemerintah untuk menyediakan teknologi memadai dalam permasalahan air. Teknologi di sini tidak sekedar mengubah air kotor menjadi bersih. Namun dapat menghasilkan air berkualitas baik sepanjang masa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement