Kamis 05 Sep 2019 07:39 WIB

Apa yang Membuat Komisi HAM PBB Soroti Papua?

Empat warga sipil dan satu anggota TNI meninggal di Papua.

Personel Brimob berjaga di sekitar Asrama Mahasiswa Nayak Abepura di Kota Jayapura, Papua, Ahad (1/9/2019).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Personel Brimob berjaga di sekitar Asrama Mahasiswa Nayak Abepura di Kota Jayapura, Papua, Ahad (1/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi mengenai situasi di Papua dan Papua Barat belakangan. Mereka menyoroti tindakan aparat militer, kepolisian, serta keterlibatan milisi di Papua dan Papua Barat menyusul aksi-aksi menolak rasialisme yang beberapa di antaranya berujung kericuhan sejak Senin (19/8).

“Saya merisaukan peningkatan kekerasan dua pekan belakangan di Provinsi Papua dan Papua Barat, terutama sehubungan meninggalnya beberapa pengunjuk rasa dan aparat keamanan,” kata Ketua OHCHR Michelle Bachelet dalam pernyataan yang dilansir Reliefweb, Rabu (4/9). Reliefweb merupakan situs resmi Kantor PBB untuk Kordinasi Urusan Kemanusiaan yang secara berkala melansir kabar tentang perkembangan krisis kemanusiaan di berbagai belahan dunia.

Michelle mengatakan, Komisi Tinggi HAM PBB telah memantau kondisi di Papua sejak akhir 2018 atau setelah pembunuhan terhadap sejumlah pekerja Transpapua di Nduga yang juga mengakibatkan gelombang pengungsian di pegunungan Papua tersebut. “Seharusnya tak ada tempat untuk kekerasan di Indonesia yang demokratis dan beragam,” kata dia.

Michelle kemudian mengimbau pemerintah pusat untuk menggelar dialog dengan warga Papua dan Papua Barat demi dapat menampung aspirasi mereka. Ia juga meminta pemerintah mencabut pemblokiran internet di Papua. “Pemblokiran internet secara pukul rata seperti itu berpotensi menghambat kebebasan berekspresi dan membatasi komunikasi serta meningkatkan tensi,” kata Bachelet.

Ia mengaku juga mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo mengecam rasialisme yang dialami warga Papua dan Papua Barat. Ia juga menghargai ditangkapnya sejumlah pihak terkait kasus rasialisme di Malang dan Surabaya yang memicu gelombang unjuk rasa belakangan.

Namun, Bachelet khawatir dengan situasi yang berpotensi memicu konflik horizontal, “Saya juga khawatir sehubungan laporan tentang kehadiran milisi nasionalis yang juga aktif melakukan kekerasan. Pegiat HAM lokal, mahasiswa, juga wartawan yang mengalami intimidasi serta ancaman juga harus dilindungi,” kata dia. Belum ada tanggapan dari pemerintah terkait sikap Komisi HAM PBB ini.

photo
Gerakan Pemuda Papua Cinta Damai (GPPCD), Gerakan Aktivis Melanesia serta Pemuda Indonesia Timur menggelar aksi massa di depan Istana Negara, Jakarta, pada Senin (2/9).

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto yang hari per hari aktif mengadakan jumpa pers terkait Papua, kemarin merilis jumlah korban akibat demonstrasi yang berujung kerusuhan di Papua beberapa waktu lalu. Ia menyebut ada empat warga sipil dan satu anggota TNI meninggal di Papua.

"Masyarakat yang meninggal dunia 4 orang, yang luka-luka 15 orang, itu di Papua. Untuk TNI-Polri di Papua, itu meninggal satu orang TNI, luka-luka dua anggota Polri," ujar Wiranto di gedung Kemenko Polhukam, Rabu (4/9).

Menurut eks panglima ABRI ini, tak ada korban meninggal di Papua Barat baik warga sipil maupun aparat keamanan. "Papua Barat malah meninggal dunia nihil, luka-luka juga nihil. Luka ringan ada, tapi tidak begitu. TNI-Polri enggak ada yang meninggal, tapi yang luka-luka ada dua orang," ungkap Wiranto.

Ia berharap keadaan di Papua akan terus berlangsung pulih dan tak ada aksi-aksi yang membahayakan keamanan daerah dan nasional, baik di Papua maupun Papua Barat, sehingga pemerintah dapat segera membuka akses internet.

Wiranto tak memerinci dari kejadian-kejadian apa saja korban meninggal itu timbul. Kendati demikian, menurut catatan Republika, ada dua persitiwa yang menimbulkan korban, yakni kerusuhan selepas aksi unjuk rasa di Deiyai pada Rabu (28/8) dan selepas aksi unjuk rasa di Jayapura pada Ahad (1/9).

Di Deiyai, kepolisian menyatakan dua warga dan satu anggota TNI meninggal. Kendati demikian, gereja setempat dan Pemerintah Kabupaten Deiyai mencatat sedikitnya tujuh warga meninggal. Sedangkan, di Jayapura, kerusuhan pada Kamis (29/8) memicu sweeping dan aksi tandingan sepanjang Jumat (30/9) hingga Ahad (1/9). Polresta Jayapura sempat melansir, empat warga tewas akibat aksi balasan itu.

photo
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto memimpin konferensi pers terkait kondisi terkini di Papua dan Papua Barat, Gedung Kemenkopolhukam, Rabu (4/9).

Wiranto mengatakan, kondisi di Papua sudah pulih dan pelayanan publik sudah mulai beroperasi. Meski begitu, menurut dia, pemulihan akses internet di Papua dan Papua Barat pada Kamis (5/9) belum dapat dipastikan. "Enggak ada yang pasti. Saya katakan, kalau sudah kondusif, maka pasukan ditarik. Kalau sudah kondusif, maka internet kemudian dipulihkan kembali," ujar Wiranto.

Ia menjelaskan, pihak yang dapat mengukur situasi telah kondusif adalah aparat keamanan. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat menyerahkan kepada TNI-Polri untuk menganalisis, mempertimbangkan, dan menyimpulkan keadaaan telah betul-betul kondusif.

"Kita tunggu dulu karena masih ada informasi-informasi mau ada demo susulan, masih akan ada ini, ada itu, yang meluluhkan suasana, berarti belum kondusif betul. Tunggu saja, sabar," kata Wiranto.

Kepolisian menyebut akses data internet di sebagai wilayah Papua dan Papua Barat sudah dipulihkan. Karopenmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, pemulihan tersebut melihat situasi dan keamanan di provinsi paling timur Indonesia itu sudah mulai kondusif.

Dedi menjelaskan, pemerintah berencana akan melakukan pemulihan data nirkabel seluruhnya pada Kamis (5/9). “Beberapa kabupaten di Papua dan Papua Barat sudah dilakukan pemulihan,” katanya di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (4/9).

Dedi menerangkan, pembatasan akses internet tersebut terpaksa dilakukan demi menjamin situasi kondusif di Papua dan Papua Barat. Mabes Polri pernah mengatakan, sejak pembatasan internet dilakukan sampai Senin (2/9), tercatat ada sekitar 52 ribu konten penyimpangan informasi dan kabar bohong terkait Papua dan Papua Barat yang tersebar lewat jejaring media sosial.

“Ada lebih dari 2.000 akun yang kita deteksi dan kita mintakan untuk di-takedown, dari dalam, juga banyak yang dari luar negeri,” kata Dedi. n mimi kartika/bambang noroyono ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement