REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Libya memasuki babak baru ketika ajaran Islam memasuki negeri Sahara itu pada 642 M. Di bawah komando Jenderal Muslim, Amar bin Ash, pasukan tentara Islam yang saat itu berada di era kepemimpinan Umar bin Khattab berhasil menguasai Libyaka was an Cyrenaica dan membangun markas pertahanan di Barce.
Dua tahun kemudian, pasukan ten tara Islam mampu menembus kekuatan Bizantium dan akhirnya menguasai Triplitania. Jenderal perang tentara Muslim lainnya, Uqba bin Nafi, pada 663 M juga tercatat berhasil merebut wilayah Fezzan dari Kekaisaran Bizantium.
Kekuasaan Romawi semakin menyusut ketika pada 670 M, tentara Muslim mengambil alih sejumlah provinsi di Afrika. Uqba lalu mendirikan kota Kairouan di wilayah Tunisia. Mulai abad ke-8 M, wilayah Libya, Tripolitania, dan Cyrenaica berada dalam kekuasaan Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus.
Berkuasanya Islam di wilayah Libya menjadi berkah bagi penduduknya. Dinasti Umayyah mampu menyatukan kehi dupan politik dan agama di bawah payung kekhilafahan. Pemerintahan dijalankan dengan syariah (hukum Islam)berdasarkan Alquran dan Hadis.
Kehidupan masyarakat Libya be gitu makmur dan tenteram di bawah kekuasaan kekhilafahan Islam. Sektor pertanian di kawasan pesisir dan perkotaan berkembangpesat. Orang-orang kota merasa nyaman dan aman karena mendapat jaminan untuk ber niaga dan berbisnis. Penduduk non-Muslim mendapatkan jaminan hak atas lahan yang mereka kuasai.
Di Cyrenaica, para pemimpin gereja menyambut datangnya Islam, karena telah membebaskan mereka dari penindasan Bizantium. Peradaban Islam pun mulai memba - ngun perkotaan di Afrika Utara. Kedatangan pasukan tentara Islam di Afrika Utara khususnya Libya bukan untuk melakukan penjajahan, melainkan untuk melakukan dakwah dan penaklukan saja. Berbeda dengan invasi yang dilakukan Barat terhadap negara- negara Islam. Mereka menguasai, menindas, mengeksploitasi, dan menjajah ketika menaklukkan sebuah wilayah.