REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama ini, tidak mudah bagi masyarakat di Indonesia untuk bisa melihat secara langsung satwa panda raksasa atau giant panda (Ailuropoda melanoleuca). Setidaknya, harus ke luar negeri.
Namun, kini masyarakat sudah bisa melihatnya karena sepasang panda sudah ada di Tanah Air, tepatnya di lembaga konservasi "ex-situ" (di luar habitat alami) di Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Satwa panda ini punya nilai dan magnet fenomena yang mengglobal sehingga organisasi internasional yang menangani masalah konservasi di seluruh dunia sekelas World Wide Fund for Nature (WWF) menempatkan satwa itu menjadi logo.
Pun, sebuah negara juga tidak mudah bisa mendapatkan program kerja sama untuk bisa mendapatkan satwa endemik dari Cina, yang oleh organisasi internasional untuk konservasi alam --International Union for Conservation of Nature(IUCN) -- pernah ditetapkan masuk dalam daftar merah (IUCN Red List) berstatus "terancam" (endangered) kepunahan sejak tahun 1990.
Namun, BBC dalam laporannya pada 5 September 2016 menyatakan IUCN memperbarui status panda dari status "terancam" menjadi "rentan" karena populasinya yang tumbuh kembali di Cina.
Disebutkan bahwa panda tidak lagi masuk dalam daftar spesies yang terancam punah, menyusul upaya penyelamatan oleh kelompok pelestari lingkungan selama puluhan tahun.
Daftar merah IUCN menetapkan kriteria untuk mengevaluasi status kelangkaan suatu spesies untuk semua spesies di seluruh dunia. Tujuannya adalah untuk memperingatkan betapa pentingnya masalah konservasi kepada publik dan pembuat kebijakan untuk menolong komunitas internasional dalam memperbaiki status kelangkaan spesies.
Laporan BBC itu menambahkan tidak ada angka pasti untuk jumlah panda anak-anak, tetapi diperkirakan jumlah keseluruhan panda mencapai 2060 jiwa.
Tetapi, IUCN memperingatkan bahwa pertumbuhan kembali populasi panda bisa berumur pendek. Alasannya, perubahan iklim diperkirakan dapat menewaskan lebih dari sepertiga habitat panda dalam 80 tahun ke depan.
Perjalanan ke Indonesia
Jika masyarakat di Indonesia kini bisa melihat langsung panda raksasa, maka agaknya perlu pula melihat jejak perjalanannya.
Sepasang panda raksasa bernama Cai Tao (jantan) dan Hu Chun (betina) pada Kamis (28/9) 2017 akhirnya tiba di Jakarta untuk ditempatkan di lembaga konservasi "ex-situ" (di luar habitat alami) Taman Safari, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Direktur TSI Cisarua Frans Manangsang menyebut bahwa kehadiran panda raksasa di Indonesia itu melalui proses yang cukup lama.
Dalam wawancara dengan ANTARA pada 6 Oktober 2012, ia mengatakan panda ini merupakan pertukaran dengan satwa endemik Indonesia komodo (Varanus komodoensis).
TSI mendapat kepastian mendapatkan sepasang panda itu setelah Presiden Susilo Yudhoyono bernegosiasi langsung dengan Presiden China, Hu Jintao, saat mengunjungi China.
Pemerintah China setuju menukar satwa langka itu dengan sepasang komodo (Varanus komodoensis) dari Indonesia.
“Sekarang pemerintah Tiongkok pilih-pilih lembaga konservasi satwa mana yang bisa ditunjuk untuk pertukaran dengan satwa panda,” katanya.
Breeding loan
Indonesia melalui TSI Cisarua mendapatkan sepasang panda Cai Tao-Hu Chun itu melalui program peminjaman untuk pengembangbiakan (breeding loan) antara pemerintah Indonesia dan China.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Djati Witjaksono Hadi sebelumnya menyatakan Indonesia mendapat kehormatan untuk menjadi negara ke-16 yang mendapatkan peminjaman pengembangbiakan (breeding loan) panda raksasa itu.
Ia mengatakan gagasan konservasi satwa ini telah dijalin oleh Indonesia dan China sejak 2010, saat peringatan 60 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara.
KLHK sebagai pembina Lembaga Konservasi (LK) telah menetapkan TSI sebagai lokasi breeding loan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P. 83/Menhut-II/2014, tentang Peminjaman Satwa Liar Dilindungi ke Luar Negeri untuk Kepentingan Pengembangbiakan, maka kegiatan breeding loan harus berada di bawah pengelolaan LK.
Panda raksasa yang didatangkan ke Indonesia itu merupakan pasangan hasil pengembangbiakan China Wildlife Conservation Association (CWCA) yang lahir pada bulan Agustus 2010.
Serah terima sepasang satwa dari Balai Konservasi dan Penelitian China untuk Panda Raksasa (CCRCGP) Tiongkok ke pemerintah Indonesia dilaksanakan di Wolong Panda Base, Tiongkok, pada Rabu (27/9).
Menindaklanjuti kedatangan pasangan panda raksasa itu, pada Ahad (26/11) Wakil Perdana Menteri (PM) Tiongkok Liu Yandong berkunjung untuk melihat langsung sekaligus menghadiri peluncuran kerja sama konservasi panda raksasa kedua negara.
Dalam kesempatan itu Wakil Kepala State Forestry Administration (SFA) Tiongkok Lin Chunliang secara resmi menyerahkan secara simbolis dokumen kerja sama konservasi panda raksasa kepada Dirjen Konservasi dan Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Ir Wiratno MSc.
Wratno menyebut kepercayaan melalui program peminjaman untuk pengembangbiakan untuk konservasi panda raksasa yang diberikan oleh pemerintah RRC itu diharapkan menjadi salah satu awal dari berbagai kerja sama strategis antara kedua negara dalam rangka memajukan ilmu pengetahuan konservasi satwa ke depannya.
Sementara itu, kehadiran panda raksasa itu disebut Direktur TSI lainnya Drs Jansen Manansang, M.SC membuktikan kredibilitas TSI sebagai lembaga konservasi satwa.
"Kami bangga bisa membuktikan kredibilitas sebagai lembaga konservasi di Indonesia, yang ditunjuk oleh pemerintah Republik Rakyat Tiongkok untuk menjaga kelestarian satwa penting dunia seperti panda raksasa ini," katanya.