REPUBLIKA.CO.ID, SOLO — Kisruh Keraton Solo kembali mencuat setelah beredarnya surat dari Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Pakubuwana XIII kepada sejumlah kerabat keraton melalui aplikasi Whatsapp, Senin (2/9). Dalam surat tertanggal 26 Agustus 2019 tersebut menyebutkan Keraton Solo akan melakukan penertiban terhadap warga masyarakat atau badan hukum yang menduduki, memakai, maupun memanfaatkan tanah maupun bangunan di kawasan keraton tanpa izin raja.
Surat tersebut ditujukan kepada GPH Puger, GRAy Koes Murtiyah, KP Eddy Wirabhumi, GRAy Koes Supiyah, GRAy Koes Handariyah, GRAy Koes Isbandiyah, GRAy Koes Indriyah, GRAy Timur Rumbai Kusuma Dewayani, BRM Bimo Rantas, BRM Adityo Suryo Harbanu, BRM Sardianto Britodiningrat, BRM Djoko Marsaid, RM Djoko Budi Suharnowo, dan KRMH Bambang Sutedjo. Bunyi surat tersebut mengimbau dan memerintahkan kepada nama-nama tersebut untuk selambat-lambatnya Senin 2 September 2019 pukul 10.00 WIB untuk mengosongkan tanah dan bangunan yang telah diduduki/dipakai/dimanfaatkan tanpa izin dari Keraton.
Adik kandung Pakubuwana XIII, GPH Puger, mengaku terkejut dengan adanya surat itu. Hal itu menandakan kerukunan keluarga besar Keraton belum benar-benar terealisasi.
"Apalagi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Pak Wiranto mengatakan konflik Keraton sudah selesai. Berarti kalau ini ada begini tidak menghormati keputusan pemerintah," kata Puger kepada wartawan di Solo, Rabu (4/9).
Puger juga kaget perjanjian damai dirinya dengan PB XIII dijadikan dasar mengeluarkan surat tersebut. Dalam perjanjian damai itu tidak ada poin yang bisa dijadikan dasar.
Terlebih, dia mengaku sudah tidak berada di lingkungan Keraton sejak 2017. Puger juga tidak tergabung dengan organisasi masyarakat (ormas) atau badan hukum apapun yang memanfaatkan lahan/bangunan keraton tanpa seizin Pakubuwana XIII.
Padahal, dari proses perdamaian itu dia berharap semua keluarga Keraton diajak berpikir bersama-sama terkait masa depan Keraton. Sampai saat ini, Puger mengaku belum pernah diajak berkomunikasi oleh kakak kandungnya.
Dia juga menyayangkan adanya surat tersebut. "Harusnya undangan itu panggilan kepada semua untuk mikir bersama bagaimana Keraton ke depan. Itu namanya rukun. Rukun keluarga berdampak pada rukun sosial ke depan," ujarnya.
Abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta membawa gunungan menuju Masjid Agung pada Tradisi Grebeg Besar di Solo, Jawa Tengah, Ahad (11/8/2019).
Puger juga berharap agar pemerintah menangkap peristiwa tersebut untuk segera memberi teguran kepada semua pihak agar mau berpikir bersama terkait rencana Keraton ke depan. Jika semua pemikiran para kerabat, sentana dalem, sampai abdi dalem dijadikan satu, kata dia, maka akan menjadi sebuah pemikiran luar biasa bagi Keraton ke depan.
"Karena pemerintah menyatakan rukun dan sudah selesai, dengan peristiwa ini pemerintah perlu memberi teguran dan mengumpulkan kembali. Pemerintah sebagai inisiator harus ikut serta mendampingi. Harapan saya ini menjadi sebuah pengingat lagi untuk segera mengadakan pertemuan yang melibatkan semua," katanya.
Sementara itu, Dosen Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Deniawan Tommy Chandra Wijaya, menyatakan, pemerintah perlu turun tangan untuk mengatasi konflik Keraton Solo yang sudah berlarut-larut.
Menurut dia, permasalahan Keraton Solo harus diselesaikan menggunakan hukum adat dan hukum agama. Karena Keraton Solo merupakan Keraton Kasunanan maka hukum agama yang dipakai yakni agama Islam.
"Pemerintah seharusnya membentuk tim independen untuk mencari akar permasalahan di Keraton Solo, baru kemudian merumuskan solusinya," terang Deniawan.
Dengan adanya tim independen bentukan pemerintah, selama tim tersebut mencari akar permasalahan dan solusi, pihak-pihak yang berkonflik disarankan diberikan ruang untuk berbicara di depan media.
Sebab, hal itu dikhawatirkan memperkeruh suasana. Informasi bisa disampaikan tim independen kepada media agar masyarakat umum mengetahui perkembangan penyelesaian konflik. "Tidak seperti sekarang, semua ngomong tapi dengan opini masing-masing," ucapnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Pakubuwana XIII, KPAA Ferry Firman Nurwahyu, mengatakan Sinuhun PB XIII hanya menjalankan tugasnya sebagai Raja Keraton Surakarta dengan menertibkan masyarakat atau badan hukum yang memanfaatkan aset keraton tanpa izin dari Keraton.
Penertiban tersebut tidak berkaitan dengan Sinuhun secara pribadi, melainkan melaksanakan kewajibannya sebagai Raja Keraton. “Kami tidak mengusir, tapi menertibkan,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (3/9).