Jumat 06 Sep 2019 07:11 WIB

Pakar: Berbahaya Jika RKUHP Dipaksa Segera Disahkan

Perlu ada kesepakatan politik antara pemerintah dan DPR untuk tengahi proses RKUHP.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Ratna Puspita
Pakar Hukum Tata Negara Bvitri Susanti
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Bvitri Susanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Bvitri Susanti, mengatakan pengesahan rancangan kitab undang-undangan hukum pidana (RKUHP) sebaiknya tidak perlu tergesa-gesa. Menurutnya, perlu ada kesepakatan politik antara pemerintah dan DPR untuk menengahi proses RKUHP yang tidak kunjung selesai. 

"Saya kira tidak perlu dipaksakan selesai pada masa sekarang.  Sebab (RKUHP) ini terlalu kontroversial. Pada kenyataanya jumlah pasalnya sangat banyak, sekitar 700 pasal. Jika diburu-buru selesai hasilnya pun tidak tepat, " ujar Bvitri di Jakarta, Jumat (6/9). 

Baca Juga

Dilihat dari jumlah pasalnya, lanjut dia, RKUHP sangat penting karena nantinya akan mengatur secara menyeluruh terkait pemidanaan di Indonesia. Sementara itu, saat ini ada sejumlah pasal dalam RKUHP yang sifatnya overcriminalization, di mana tindak pidana yang mestinya tidak perlu dimasukkan menjadi diatur di dalamnya. 

"Jadi nanti semua rezim hukum pidana di negara ini akan diatur di RKUHP itu. Maka, kalau diburu-buru selesai seperti misalnya di undang-undang yang sebelumnya bisa berbahaya," tegas Bvitri.