REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Untuk mengatasi intoleransi tersebut mengajak Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) untuk membangun suasana saling menghormati, saling menghargai, dan saling memahami di tengah masyarakat. Menurutnya, jika tokoh agama sering berdialog dan bersilaturahim, maka kesepahaman lebih mudah diwujudkan.
"Akhirnya terbangun saling percaya dan saling menghormati. Suasana seperti itu bisa terbangun antara lain melalui intensitas dialog secara terus menerus. Dialog hendaknya dapat ditradisikan sejak masih remaja, yang dalam time line generasi termasuk generasi Z," kata Khofifah di Surabaya, Jumat (6/9).
Khofifah mengingatkan, FKUB sebagai representasi religious leader diharapkan menjadi perekat bagi harmoni umat beragama, baik intern, maupun antar umat beragama. Diakuinya, hubungan antar umat beragama di Jatim terbangun sangat baik dan harus terus dijaga agar tetap solid dan kondusif.
Khofifah berpendapat, untuk membangun harmonious partnership di era sekarang, tentu tidak bisa hanya dengan mengandalkan cara-cara lama, seperti tatap muka, ceramah atau khotbah. Maka dari itu Khofifah mengajak FKUB untuk melakukannya dengan cara ala milenial.
“Seperti dengan meme, karikatur, dan lain-lain. Sebab, tidak semua anak-anak muda sabar mendengar nasehat , khutbah atau ceramah. Ceramah agama akan berhasil bagi orang-orang yang prespektif soal agamanya sudah baik, namun kurang efektif bagi komunitas yang prespektifnya agamanya masih kurang," ujar Khofifah.
Khofifah kemudian mengajak FKUB mem-viral-kan harmonious partnership. Sebab, kata dia, masing-masing tokoh agama, seperti ulama, kiai, atau pendeta, memiliki jamaah atau umat fanatik. Jika masing-masing memiliki jamaah 100 orang, tentu yang paham hanya 100 orang.
"Sementara di era sekarang, dunia ini begitu mudah memberikan persepsi publik darimanapun. Jika menggunakan digital IT maka resonansinya tidak terbatas ruang maupun waktu,” kata dia.
Khofifah berpendapat, disharmoni biasanya muncul akibat kurang dialog dan kurang saling mengenal, sehingga muncul eksklusifitas. Dalam sebuah negara yang penuh kebhinekaan seperti Indonesia, harmoni akan terwujud jika berhasil mewujudkan pola hubungan yang inklusif baik intern maupun antar umat beragama.
Khofifah berpendapat, permasalahan yang dihadapi saat ini adalah persatuan, kesatuan dan persaudaraan. Menghadapi permasalahan tersebut, peran tokoh agama baik intern maupun antar umat beragama harus terjaga. Agar tidak ada ruang terhadap kemungkinan terjadinya kesalahpahaman akibat distorsi informasi.
"Pada posisi yang dapat menimbulkan kerentanan sosial tersebut, posisi FKUB sebagai representasi religious leader sangat dibutuhkan. Khususnya sebagai perekat keberagaman yang tumbuh di tengah-tengan dinamika sosial politik keamanan yang berkembang," ujar Khofifah.