REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Nasdem menjadi salah satu pihak yang konsisten menyuarakan ketidaksetujuan terhadap revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Menurutnya, mereka tak melihat adanya urgensi untuk menambah jumlah pimpinan MPR.
"Kami belum temukan alasan yang kuat untuk mendukung gagasan menambah pimpinan MPR RI menjadi 10, sebagaimana usulan revisi dimaksud," ujar Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate, di Jakarta, Jumat (6/9).
Ia mengaku heran dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang ingin merevisi UU MD3. Padahal, undang-undang tersebut baru dibuat sebelum pemilihan umum.
Ia menilai, revisi UU MD3 tidak tepat dilakukan saat ini karena UU MD3 belum sempat dijalankan. "Sayang sekali jika UU MD3 akan direvisi kembali sebelum digunakan dan karenanya juga masuk akal jika muncul pertanyaan untuk apa beban kerja dan beban biaya yang dikeluarkan saat revisi terakhir," ujar Jhonny.
Ia pun berharap, fraksi di DPR yang setuju dengan revisi tersebut dapat menjelaskan alasan yang rasional. Sebab, mereka juga punya tanggung jawab terhadap publik.
Fraksi Partai Nasdem juga akan terus mengawal proses pembahasan revisi UU MD3 agar tak menjadi ajang bagi-bagi kekuasaan. "Kami akan mengikuti pembahasan usulan revisi UU MD3 tersebut secara cermat, engan tetap berharap terjaganya proses pembahasan dan proses politik yang prudent dan accountable di DPR RI," ujar Johnny.
Diketahui, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 sebagai usul inisiatif DPR. Wakil Ketua DPR Utut Adianto yang memimpin sidang meminta pandangan fraksi-fraksi mengenai revisi UU MD3 disampaikan secara tertulis. Para anggota pun menyetujuinya.
Berdasarkan rancangan revisi UU MD3 terdapat sejumlah poin penting tentang Pimpinan MPR. Di mana pimpinan MPR menjadi sepuluh orang yang terdiri satu ketua dan sembilan wakil ketua.