Jumat 06 Sep 2019 13:58 WIB

Abrasi, Pemkab Indramayu Ajukan Pembangunan Breakwater

Menggunakan data 2017, 42 kilometer garis pantai Indramayu mengalami abrasi.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Friska Yolanda
Abrasi (ilustrasi)
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Abrasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Abrasi terus menggerus puluhan kilometer garis pantai di Kabupaten Indramayu. Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) setempat pun mengajukan pembangunan breakwater untuk mengatasi kondisi tersebut.

Kabid Perikanan Budidaya Diskanla Kabupaten Indramayu, Edi Umaedi, menyebutkan, panjang garis pantai di Kabupaten Indramayu mencapai 147 kilometer (km). Dari jumlah itu, berdasarkan data pada 2017, sepanjang 42,60 km di antaranya mengalami abrasi. Dari 42,60 km pantai yang abrasi itu, sepanjang 18,28 km telah ditangani dengan pembangunan breakwater.

Baca Juga

"Sedangkan sisanya yang mencapai 24,32 km, belum tertangani," kata Edi, saat ditemui di ruang kerjanya, kemarin.

Namun, Edi mengakui, pihaknya belum mengetahui data terbaru mengenai abrasi pantai pada tahun ini. Pasalnya, Pemkab Indramayu tak lagi memiliki kewenangan lagi terhadap masalah itu.

Hal tersebut setelah adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana garis pantai 0–12 mil laut menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan 12 mil ke atas merupakan kewenangan pemerintah pusat. Edi menyatakan, pihaknya hanya sebatas mengusulkan penanganan abrasi ke pemerintah pusat dan pemerintah provinsi, melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung dan BBWS Citarum.

Untuk tahun ini, Edi menyebutkan, pihaknya mengajukan usulan pembuatan breakwater untuk titik-titik yang mengalami abrasi pantai. Di antaranya di Tegalagung dan Krangkeng Kecamatan Krangkeng, Desa Ujung Gebang Kecamatan Sukra, Desa Dadap Kecamatan Juntinyuat serta Desa Eretan Wetan dan Eretan Kulon Kecamatan Kandanghaur.

"Dari BBWS-nya juga sering minta masukan dari kita. Ya kita ajukan karena ini menyangkut kebutuhan masyarakat kita meskipun penanganannya bukan kewenangan kita (pemkab) lagi," kata Edi.

Edi menambahkan, persoalan abrasi di Kabupaten Indramayu harus mendapat perhatian lebih. Pasalnya, garis pantai di Indramayu sangat panjang sehingga akan berdampak pada pemukiman maupun lahan tambak dan sawah warga.

Apalagi, peluang terjadinya abrasi juga kian hari semakin tinggi sebagai dampak dari pemanasan global. Dengan meningkatnya suhu udara, maka penguapan air laut juga akan semakin tinggi.

Sementara itu, abrasi yang melanda pesisir Indramayu salah satunya dikeluhkan oleh para nelayan. Pasalnya, abrasi membuat kehidupan mereka menjadi terganggu.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Indramayu, Dedi Aryanto mengatakan, abrasi telah membuat nelayan yang bermukim di dekat pesisir pantai harus merasakan dampak rob. Bahkan, adapula rumah mereka yang tergerus abrasi.

"Untuk membangun rumah kembali, butuh biaya besar. Apalagi kalau lahannya juga sampai hilang tergerus abrasi," tutur Dedi.

Dedi menambahkan, abrasi terjadi karena ketiadaan tanaman atau objek di pesisir pantai. Hal itu juga mengakibatkan benih-benih ikan berkurang karena ikan tak memiliki tempat untuk berkembang biak.

Kondisi tersebut otomatis membuat pendapatan para nelayan menjadi berkurang akibat turunnya tangkapan. Mereka pun harus melaut hingga ke wilayah lain untuk memperoleh tangkapan ikan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement