REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Taman Satwa Lembah Hijau, Lampung, sebagai lembaga konservasi menyatakan kesiapannya untuk merawat dan mengembangbiakkan harimau sumatera Batu Ampar atau Batua. Batua mengalami cacat akibat terjerat. "Kami siap untuk merawat harimau tersebut untuk keperluan pelestarian satwa," kata Komisaris Utama PT Lembah Hijau, M Irwan Nasution, di Bandarlampung, Jumat (6/9).
Ia menyebutkan untuk mengembangbiakkan harimau tersebut, pihaknya telah menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan taman satwa Taru Jurug Solo, Jawa Tengah, untuk mendatangkan harimau betina. "Secara administrasi kita juga urus ke Kementerian, BKSDA, dan lembaga terkait lainnya," ujarnya.
Hal tersebut, agar terjadi peningkatan populasi harimau sumatera dengan cara mengawinkan harimau jantan dan betina. Selain itu, menurut dia, keberadaan hewan carnivora tersebut untuk mengedukasi masyarakat, pelajar dan mahasiswa di Provinsi Lampung mengingat untuk melihat harimau sumatera harus pergi ke kebun binatang atau taman satwa yang ada di Pulau Jawa.
"Dengan adanya harimau sumatera 'Batua' di taman satwa Lembah Hijau diharapkan tak perlu lagi pergi jauh untuk melihat satwa tersebut," ujarnya.
Keberadaan hewan tersebut juga agar terjadi pemerataan pelestarian harimau sumatera di lembaga konservasi ex-situ. Khususnya di Provinsi Lampung sebagai benteng konservasi di ujung selatan Pulau Sumatera.
Irwan juga meminta dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah agar pengembangbiakan harimau sumatera tersebut dapat berlangsung dengan baik. Di sisi lain, Lembah Hijau juga memiliki fasilitas pendukung berupa kandang harimau sumatera yang dilengkapi kamera pengawas (CCTV). Dengan spesifikasi fasilitas kandang yang terdiri atas empat ruang kandang tidur ukuran 3x4 meter.
Kemudian satu ruang kandang jemur (10x6 meter), satu ruang keeper (2x4 meter), dua ruang kandang kawin (5x4 meter), dan satu ruangan terbuka sebagai kandang lebar atau bermain (20x30 meter) yang di dalamnya dilengkapi juga dengan kolam air (10x30 meter). "Keberadaan tempat atau kandang kami memakai standar kebun binatang yang ada di Singapura," katanya.
Sementara itu, anggota Dewan Pembina Perhimpunan Kebun Binatang Indonesia Rosichon Ubaidilah mengatakan keberadaan Harimau Sumatera Batua di taman satwa Lembah Hijau harus dilihat dari keberpihakan dan kesejahteraan hewan tersebut. "Secara biofisik harimau tersebut, jika dilepasliarkan kemungkinan tak akan bertahan di alam liar, mengingat kondisi fisiknya yang cacat di bagian kaki kanan," kata dia.
Rosichon yang juga peneliti LIPI itu menjelaskan keadaan biofisik untuk kelompok satwa karnivora itu lebih rumit dibandingkan dengan yang bukan pemangsa hewan. Menurut dia, dengan kondisi fisik yang dialami harimau Batua itu kemampuan untuk mengejar, menangkap dan membunuh mangsa tidak terpenuhi.
"Lebih riskan jika dilepasliarkan ke alam liar karena sulit untuk bertahan hidup jika biofisiknya seperti itu," jelasnya.
Karena itu, ia meminta kepada pihak terkait untuk mempertimbangkan dan tidak buru-buru melepasliarkan harimau yang kondisi fisiknya tak sempurna. Ia menyebutkan, keberadaan satwa tersebut sebaiknya berada di Lembah Hijau mengingat fasilitas pendukung juga cukup baik.
"Saya secara langsung melihat kondisi kandang dan ruang bermain harimau yang cukup. Sudah terdapat kolam air dan batang pohon besar di areal tersebut yang menyerupai alam liar," katanya. Rosichan menambahkan taman satwa Lembah Hijau merupakan salah satu yang terbaik untuk merawat dan mengembangbiakkan harimau di Sumatera.