REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Polisi Hong Kong menembakkan peluru karet, gas air mata dan merica pada Jumat untuk membubarkan para pengunjuk rasa di luar satu stasiun kereta di Semenanjung Kowloon yang padat penduduk. Ini merupakan bentrokan paling baru dalam protes-protes anti-pemerintah yang sudah berlangsung 14 pekan.
Ratusan pengunjuk rasa, banyak di antara mereka mengenakan penutup muka dan berpakaian hitam, berlindung di balik payung-payung dan penghalang. Sebagian pengunjuk rasa memaksa masuk ke stasiun itu tempat mereka menurunkan rambu-rambu dan mencoret-coret dinding stasiun.
"Kami marah kepada polisi dan marah kepada pemerintah," kata Justin, 23 tahun, berpakaian hitam dan memakai pelindung kepala. "Polisi sangat brutal terhadap kami di stasiun ini. Kami tak bisa membiarkan mereka bertindak begitu."
Ratusan orang sudah berkumpul di luar stasiun Prince Edward di Mong Kok, salah satu kawasan yang paling padat penduduk di dunia, tempat polisi menembakkan gas air mata dan merica untuk membubarkan para demonstran pekan ini.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengumumkan langkah-langkah pekan ini berusaha memulihkan ketertiban di kota yang diperintah China, termasuk penarikan secara resmi RUU Ekstradisi yang memicu unjuk-unjuk rasa. UU itu mengizinkan ekstradisi ke China Daratan, kendati kota itu memiliki peradilan yang independen yang sudah berlaku sejak masih di wilayah kekuasaan Inggris.
Tetapi protes-protes itu yang mulai Juni menyerukan demonstrasi lebih besar dan banyak pemerotes berjanji akan berjuang, menyebut konsesi Lam terlalu sedikit, sangat terlambat. Selain menarik RUU itu, ia mengumumkan tiga langkah lain untuk membantu meredekan krisis, termasuk dialog dengan rakyat.