REPUBLIKA.CO.ID, HONGKONG— Pihak berwenang Hong Kong membatasi layanan transportasi ke bandara dan mengendalikan akses ke terminal. Hal ini dilakukan untuk mencegah gangguan di bandara dua pekan berturut-turut setelah unjuk rasa kemarin berkembang menjadi kerusuhan.
Pada Sabtu (7/9) layanan kereta ekspres yang berangkat dari pusat kota menuju bandara melewati semua stasiun pemberhentian. Hanya penumpang yang memiliki tiket terbang yang diizinkan masuk terminal bandara.
Polisi melakukan pemeriksaan di jalan-jalan dan menginspeksi penumpang kereta serta bus yang menuju bandara. Mereka berusaha untuk mencegah pengunjuk rasa masuk. Ada dua penumpang bus yang diborgol dan dibawa polisi karena pihak keamanan menemukan topeng di tas mereka.
Akhirnya beberapa ratus pengunjuk rasa bertopeng berkumpul di depan stasiun Tung Chung yang bersebelahan dengan bandara. Mereka meneriakan slogan dan menyebut polisi sebagai 'pembunuh. Pengunjuk rasa marah dengan brutalitas polisi terhadap demonstran.
Toko-toko di stasiun itu ditutup dan polisi anti huru-hara berjaga di depan. Bandara Hong Kong yang menjadi bandara tersibuk kedelapan di dunia kerap menjadi incaran pengunjuk rasa.
Demonstrasi di Hong Kong bermula pada protes rencana undang-undang ekstradiksi. Sebuah peraturan yang dapat membawa tersangka Hong Kong diadili di Cina.
Banyak warga kota itu yang menilai undang-undang tersebut sebagai upaya untuk mengikis otonomi mantan koloni Inggris tersebut.
Pada Rabu (4/9) lalu pemimpin Hong Kong Carrie Lam telah mengumumkan mencabut rencana undang-undang ekstradiksi itu. Tapi langkahnya gagal menenangkan pengunjuk rasa yang memperluas tuntutan mereka ke beberapa hal.
Massa berkumpul di luar Bandara Hong Kong, Ahad (1/9). Operator kereta ekspres di Bandara Hong Kong menunda operasionalnya akibat aksi massa.Massa berkumpul di luar Bandara Hong Kong, Ahad (1/9). Operator kereta ekspres di Bandara Hong Kong menunda operasionalnya akibat aksi massa.
Karena pengunjuk rasa melemparkan berbagai benda ke jalur kereta bandara. Pada pekan lalu jalur rel kereta itu ditutup. Pengunjuk rasa juga memblokir jalan dekat bandara dengan membakar barikade dan merusak stasiun metro.
Pada bulan lalu pengunjuk rasa menduduki bandara. Akhirnya bandara ditutup selama dua hari. Ratusan penerbangan dibatalkan. Karena hal ini pengunjuk rasa akhirnya bentrok dengan polisi.
Dalam undangan unjuk rasa yang disebar di internet pengunjuk rasa diminta tidak memakai kaos hitam seperti yang sebelum-sebelumnya. Mereka juga diajak untuk memalsukan boarding pass agar bisa masuk ke terminal bandara.
Polisi memperingatkan rencana memalsukan boarding pas untuk dapat masuk bandara dapat dituntut penjara hingga 14 tahun.
Polisi juga mengatakan pengendara motor yang sengaja memperlambat jalan untuk mengganggu lalu lintas dapat membahayakan dirinya sendiri maupun pengendara lain.
Pada Jumat (6/9) lalu unjuk rasa kembali berjalan rusuh. Kekerasan terjadi di wilayah Kowlon setelah polisi melepaskan tembakan gas air mata dan peluru karet. Sebagai balasan karena pengunjuk rasa menghancurkan stasiun metro dan melakukan pembakaran di jalan.
Para demonstran sempat mundur ketika polisi anti huru-hara mengejar mereka. Tapi akhirnya berhasil berkumpul kembali. Beberapa pengunjuk rasa menimbun kardus untuk membakar barikade.
Sementara yang lainnya menghancurkan lampu lalu lintas dan merusak stasiun subway dengan palu dan batang logam. Di tembok-tembok mereka menulis grafiti bertuliskan 'boikot Cina' dan 'merdeka atau mati'.
Setelah pengunjuk rasa merusak mesin tiket, kamera keamanan, alat pemadam kebakaran dan pintu putar maka polisi pun menutup tiga stasiun subway. Polisi mencelah hal itu sebagai perilaku 'yang beringas' dan berjanji untuk 'mengambil tindakan yang tegas'.
Kekerasan yang tak kunjung berhenti melukai perekonomian Hong Kong dan memicu kekhawatiran akan intervensi militer Cina. Pemerintah Cina sudah memperingatkan Beijing tidak akan 'duduk diam' jika situasinya semakin memburuk.
Para pengunjuk rasa mengadopsi slogan baru, yakni 'lima tuntutan utama, tidak kurang'. Selain pencabutan undang-undang ekstradiksi, mereka juga ingin penyelidikan independen atas brutalitas polisi, demonstran yang ditangkap selama unjuk rasa dibebaskan, menghapus kata 'kerusuhan' dalam unjuk rasa dan memilih langsung pemimpin mereka sendiri.
Lam menolak tuntutan-tuntutan tersebut. Sementara menjelang 1 Oktober yaitu hari kemerdekaan Cina tidak ada tanda-tanda unjuk rasa akan berhenti.
Lam baru mencabut rencana undang-undang ekstradiksi. Kabarnya pengunjuk rasa juga akan menggelar aksi mereka di depan Kedutaan Amerika Serikat untuk meminta dukungan internasional.