Ahad 08 Sep 2019 09:52 WIB

Parlemen Inggris Siapkan Tindakan Hukum Jika Brexit Ditunda

PM Boris Johnson telah berjanji untuk membawa Inggris keluar dari UE pada 31 Oktober

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nidia Zuraya
Bendera Uni Eropa dan bendera Inggris yang ditinggalkan demonstran pro-Brexit di Parliament Square di London, 29 Maret 2019.
Foto: AP Photo/Matt Dunham
Bendera Uni Eropa dan bendera Inggris yang ditinggalkan demonstran pro-Brexit di Parliament Square di London, 29 Maret 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pemimpin oposisi Partai Buruh, Jeremy Corbyn pada Sabtu (7/9), menyatakan anggota parlemen Inggris sedang mempersiapkan tindakan hukum terkait keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE) atau Brexit. Tindakan hukum akan diberikan jika Perdana Menteri, Boris Johnson mencoba menentang undang-undang, untuk penundaan lebih lanjut pada Brexit.

Sebuah Rancangan Undang-undang (RUU) oposisi, akan memaksa Johnson untuk meminta UE perpanjangan Brexit untuk menghindari 31 Oktober tanpa kesepakatan atau no-deal, transisi disetujui oleh majelis tinggi yang ditunjuk parlemen, House of Lords, pada Jumat (6/9). Ratu Elizabeth diperkirakan akan menandatanganinya pada Senin (9/9).

Baca Juga

BBC melaporkan sebelumnya bahwa anggota parlemen, termasuk Konservatif moderat diusir pada pekan ini dari partai mereka karena mendukung RUU tersebut. Untuk itu, disiapkan tim hukum ke pengadilan dalam menegakkan undang-undang jika perlu.

Corbyn mengatakan, Partai Buruh bukan sebagai pihak yang mengambil tindakan hukum, tetapi menyadari manuver anggota parlemen tentang masalah ini. Sementara Pemerintah tidak memiliki komentar segera terkait masalah ini.

Adapun Johnson mulai menjabat pada Juli setelah pendahulunya dari partai Konservatif, Theresa May mundur. May keluar setelah tiga upaya gagal untuk mencapai kesepakatan dengan Brussels melalui parlemen.

Johnson telah berjanji untuk membawa Inggris keluar dari UE pada 31 Oktober, dengan atau tanpa kesepakatan dengan blok tersebut. Ia mengungkapkan, dirinya tidak berniat mencari perpanjangan, daripada harus menunda Brexit.

Surat kabar Daily Telegraph pada Sabtu melaporkan, perdana menteri siap untuk menentang instruksi parlemen untuk meminta perpanjangan proses Brexit, jika dia gagal menyetujui kesepakatan baru. Surat kabar itu mengutip Johnson, yang mengatakan dia hanya terikat secara teori oleh undang-undang baru.

Mantan jaksa agung dan satu dari 21 anggota parlemen Konservatif yang digulingkan dari partai pekan ini, Dominic Grieve mengatakan, Johnson tidak layak untuk menjabat. "Ini konyol, ini memalukan, seperti anak berusia empat tahun yang mengamuk," kata Grieve.

Mantan Director of Public Prosecutions (DPP), Ken MacDonald mengatakan, Johnson dapat menghadapi hukuman penjara, jika ia menolak untuk menunda Brexit dalam menghadapi tindakan pengadilan. "Dalam kasus-kasus konvensional, orang-orang yang dihina pengadilan dan gagal membersihkan penghinaan mereka dapat dikenai hukuman penjara," kata dia.

Sementara itu, Mantan menteri di bawah May, David Lidington mengatakan, bahwa mematuhi aturan hukum adalah prinsip dasar kode menteri. "Menentang hukum tertentu menetapkan preseden yang benar-benar berbahaya," kata dia. Lidington telah mengundurkan diri tepat sebelum Johnson menjabat.

Johnson mengatakan, satu-satunya solusi untuk kebuntuan Brexit yakni dengan pemilihan baru. Pemilihan yang ia inginkan berlangsung pada 15 Oktober, dan dapat memberinya mandat baru untuk keluar dari UE sesuai jadwal.

Dua pertiga anggota parlemen parlemen perlu mendukung pemilihan awal. Akan tetapi partai-partai oposisi, termasuk Partai Buruh, mengatakan mereka akan memilih atau tidak melakukan hal ini sampai undang-undang penundaan Brexit diimplementasikan.

Johnson gagal mendapatkan dukungan yang cukup dalam pemungutan suara pada Rabu (5/9) untuk pemilihan. Sementara pemungutan suara lain dijadwalkan pada Senin mendatang.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement