REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK dikhawatirkan akan kehilangan taring sebagai lembaga independen dan bebas dari pengaruh apa pun, jika UU No 30/2002 tentang KPK akan direvisi dan disahkan. Pendapat itu disampaikan pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana Bonaprapta.
"Saat saya baca poin-poin UU KPK yang mau direvisi. Saya tidak melihat bagian yang memperkuat KPK melainkan membuat KPK jatuh tidak berdaya. Coba jelasin memperkuat KPK di bagian poin yang mana? dalam konteks ini jelas saya menolak," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (8/9).
Gandjar berkata, DPR tidak memiliki alasan jelas untuk merevisi UU KPK. Ia pun tak habis pikir dengan keputusan DPR yang tiba-tiba ingin merevisi UU KPK yang menurutnya merugikan dan melemahkan KPK.
Poin yang menyebut KPK baru boleh melalukan penyadapan setelah mendapatkan izin dari dewan pengawas, menurut Gandjar, bakal membuat KPK tidak berdaya. Padahal tugas utama KPK melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
"Terus KPK kalau mau menyadap izin dulu gitu? Kan disini KPK memberantas korupsi. Lantas apa gunanya KPK? sebagai lembaga pencegahan saja? kalau gitu bikin majelis ulama saja," ujar dia.
Menurut Gandjar, revisi UU KPK membuat jati diri dan pertahanan KPK hilang. Jika sudah begitu, lembaga mana yang harus dipercaya. Semua sudah dimiliki oleh yang memiliki kekuasaan. Kasus-kasus yang ada dan belum selesai tidak akan terungkap.
Gandjar berharap revisi UU KPK ini tidak berkelanjutan dan tidak disahkan. Jika benar akan disahkan Indonesia kehilangan lembaga yang selama ini memberantas korupsi secara independen tanpa wewenang kekuasaan.