SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM- Ada tradisi yang menarik di Dukuh Tambak, Desa Sribit, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen. Tiap malam Jumat Wage, pada minggu pertama Bulan Suro, masyarakat sekitar berbondong-bondong ke tanah lapang di tepi desa yang terletak di tepi Bengawan Solo tersebut.
Di hari itulah, tanah lapang yang biasanya sepi ini berubah menjadi pasar yang ramai bahkan hingga malam hari. Pasar Tambak, begitu warga menyebutnya.
Pasar ini terbilang unik, karena hanya muncul satu kali dalam setahun. Barang-barang yang diperdagangkan di pasar ini pun barang tempo dulu yakni peralatan dapur, peternakan dan pertanian.
Tak kurang 20 pedagang yang mayoritas warga Dukuh Tambak, turut menjual dagangannya di pasar setahun sekali ini.
Para pedagang menempati los dari bambu beratap seng yang didirikan di sekeliling lokasi.
Berbagai barang yang dijual, yang jadi primadona bagi para pembeli adalah cambuk serta pancang dari batang bambu, yang biasa digunakan untuk memelihara ternak.
Barang lainnya yang dijual adalah mata cangkul, sabit, serta berbagai macam peralatan dapur yang terbuat dari anyaman bambu, yang oleh warga lazim disebut tenggok dan tumbu.
Ada juga beruk, wadah takaran beras jaman dulu yang terbuat dari tempurung kelapa. Anehnya, meski barang yang dijual bukan barang kekinian, namun para pengunjung tetap antusias untuk membeli.
Usut punya usut, ternyata ada mitos yang dipercaya turun temurun di kalangan warga. Yakni barang perabot berbahan bambu yang dibeli di Pasar Tambak itu diyakini bakal membawa berkah.
“Dengan cambuk dan pancang yang dibeli dari Pasar Tambak, dipercaya ternak akan sehat dan punya keturunan banyak. Tapi itu bukan berarti barang lain tidak laku, karena semua yang dijual diyakini membawa tuah. Ada keyakinan kalau membeli barang-barang buatan Tambak sini di pasaran sura gini, bisa membawa barokah dan rejeki. Yang paling ramai kalau pas sewindu yakni Jumat Wage jatuh di tanggal satu sura, yang datang dari luar kota banyak. Mereka hanya ingin ritual dan membeli barang perabot dari sini. Sewindunya nanti pas satu sura tahun depan ,” ujar Sutarno, warga Dukuh Tambak yang mengaku berjualan tiap tahun di Pasar Tambak, kepada Joglosemarnews.com kemarin.
Harga perabot yang dijual pun murah meriah. Dari bakul nasi, beruk, kukusan, dan alat dapur lainnya hanya dipatok Rp 5.000 hingga paling mahal Rp 25.000.
“Saya beli pecut (cemeti) untuk anak saya. Baru sekali ini datang ke Pasar Tambak ini. Bagus sekali. Saya ikut beli karena ada keyakinan kalau beli barang dari sini nanti bisa bawa barokah,” ujar Niri Susanto (32) pengunjung asal Desa Tenggak, Sidoharjo, Sragen yang datang bersama anaknya.
Menurut warga, tradisi Pasar Tambak ini sudah dilakukan turun temurun sejak jaman nenek moyang. Ada beberapa versi asal-usul tradisi Pasar Tambak ini. Warga menyebut, asal usul Pasar Tambak tidak lepas dari aliran Sungai Bengawan Solo yang dipercaya warga pernah mengalir di sebelah desa mereka. Suatu hari, ada seorang pangeran yang singgah ke Dukuh Tambak, karena kehabisan persediaan saat mengarungi Sungai Bengawan Solo.
“Lalu pangeran tersebut memanggil penduduk dan membeli bahan makanan, jual-beli pun berlangsung hingga timbul pasar. Tradisi ini terus dilestarikan, terutama pada malam Jumat Wage di Bulan Sura. Oleh warga, sekarang tradisi ini ditambah dengan kirab budaya dari balai Desa Sribit hingga Pasar Tambak,” terang tokoh masyarakat Desa Sribit, Sutaryo.
Dalam kirab ini, lanjut Sutaryo, warga yang menggunakan berbagai macam kostum yang menarik, mengusung dua buah gunungan berisi peralatan dapur dan hasil bumi. Sesampainya di Pasar Tambak, warga menggelar doa bersama sebelum berebut gunungan.
Tradisi Pasar Tambak sempat nyaris meredup ditelan modernisasi dalam beberapa tahun silam. Namun kini berkat kepedulian sejumlah tokoh, termasuk Kades Sutaryo dan anggota DPRD Fathurrohman untuk melestarikan budaya itu, akhirnya tradisi itu dihidupkan kembali dan dikemas lebih megah dalam wujud Srawung Pasar Tambak, pada Kamis-Jumat (5/9/2019-6/9/2019).
Ribuan warga pun tumpah ruah memadati Pasar Tambak. Aneka hiburan dan seni tradisional dipertunjukkan, melengkapi kirab budaya yang melibatkan semua warga di Desa Tambak.
Sekda Tatag Prabawanto mengapresiasi gelaran Srawung Budaya yang diangkat lebih meriah tahun ini. Menurutnya hal itu sangat bagus untuk melestarikan keberadaan budaya di Pasar Tambak yang beberapa tahun sebelumnya sudah nyaris punah dan dilupakan.
“Kami sangat mendukung, Pasar Tambak ini dihidupkan lagi dan dikemas lebih bagus. Ini adalah warisan budaya yang perlu diuri-uri. Saya yakin kalau dikemas lebih bagus lagi, ini bisa menjadi potensi daya tarik wisatawan yang menggerakkan ekonomi bagi masyarakat sekitar,” tukasnya. Wardoyo
The post Menguak Mitos di Balik Tradisi Pasar Sura Tambak di Sribit Sragen. Barang Yang Dijual Dipercaya Bawa Berkah, Puncak Ritual Hanya Terjadi 8 Tahun Sekali appeared first on Joglosemar News.