Senin 09 Sep 2019 18:00 WIB

Menelusuri Petra, Peradaban yang Hilang

Petra yang dalam bahasa Yunani berarti 'batu' dibangun oleh kerajaan Nabatea

Rep: Ilham Tirta/ Red: Agung Sasongko
Petra Jordan
Foto: Womanitely
Petra Jordan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejatinya, kota kuno Petra merupa kan sebuah peradaban yang hilang. Menurut arkeolog dari Universitas Yamouk, Yordania, Zeidoun al-M uhei sen, jantung Kota Petra telah hilang tersapu gempa bumi sehingga yang bisa dilihat saat ini hanya 15 persen darinya.

Petra yang dalam bahasa Yunani berarti 'batu' dibangun oleh kerajaan Nabatea di jantung Gunung Shara sekitar 9-40 SM. Situs kota kuno tersebut terdiri atas berbagai bangunan dari pahatan batu. Konstruksi dan arsitektur Kota Petra yang misterius menghadirkan bangunan-bangunan besar yang megah.

Baca Juga

Namun, belum dapat dipastikan bagaimana cara suatu bangsa kuno membangun sebuah kota dari bebatuan hingga menyerupai bangunan berteknologi tinggi. Menurut para arkeolog, arsitektur yang dipakai menyusun Petra sangat sulit disaingi. Jika mereka berhasil menggali sisa peninggalan Petra di bawah permukaan bumi, ini adalah penemuan agung sepanjang sejarah.

Matahari sedikit terik ketika kami mulai mengikuti jalanan datar yang sedikit gersang. Di sisi kanan dan kiri merupakan perbukitan kering dengan pohon zaitun yang tumbuh liar dan jarang-jarang. Sementara itu, di depan berdiri sebuah gunung dengan warna merah keemasan khas Petra. Di beberapa bagian, gunung itu seperti sengaja dibentuk tangan manusia dan berwujud.

Sekitar 100 meter kemudian, sejumlah sisi gunung mulai menam pilkan permukiman yang berbentuk gua. Bebatuan di setiap depan gua telah dibentuk layaknya koridor rumah. Salah satu yang menarik adalah pahatan bernama Bab al-Siq yang merupakan tiga blok Djinn besar, monumen kuadrat dari batu.

Di situ ada Makam Obelisk yang di ukir oleh kaum Nabatae pada abad ke-1 Masehi. Di atas makam terdapat empat piramida serta sebuah ceruk dengan patung di relief yang merupakan representasi simbolis dari lima orang yang terkubur di sana.

Sekitar 500 meter kemudian, wisatawan akan disuguhi keindahan yang tak akan putus-putus. Itu merupakan pintu masuk ke Petra yang disebut the Siq. Inilah jalan lorong di antara pecahan dua gunung setinggi 80 meter dengan lebar 3-12 meter.

pThe Siq sepanjang 1,2 kilometer itu menjadi bagian dari keajaiban kehidupan pada zaman kuno itu. Sepanjang jalan itu, tersimpan cerita bagaimana hebatnya peradaban manusia pada masanya. Batu-batu yang terukir di kanan-kiri tebingan itu selalu membuat hati bergetar untuk mengaguminya. Maka, tidak heran sepanjang jalan selalu ramai karena wisatawan selalu berhenti di setiap spot-spot yang indah.

Selain batu ukiran, di sepanjang jalan itu juga masih dapat dilihat jejak sistem yang menopang kehidupan penghuni Petra seperti sistem penyimpanan air. Di beberapa bagian terlihat tempat menampung air hujan yang jatuh dari celah gunung. Di sisi kiri tebing terlihat parit kecil yang menampung embun dan air hujan.

Parit ini tersambung sepanjang jalan. Menurut Nico, parit itu adalah penyedia air saat musim kemarau. Nico mengaku sangat mengagumi sistem parit tersebut. Di zaman itu mereka sudah memiliki sistem semacam ini. Itu membuktikan bagaimana pintarnya orangorang yang hidup di sini dulu, kata Nico.

Lebih dari tiga kali Nico berkunjung ke Petra. Namun, ia mengaku hingga kini belum bisa melihat semua isi Petra. Ini luas sekali dan semua bagiannya membuat kita ingin melihatnya, kata dia. Selain itu, kata dia, melihat semua bagian Petra dalam sekali jalan rasanya mustahil. Mengunjungi wilayah yang luas dengan daya jelajah sekitar 264 kilometer persegi itu membutuhkan tenaga yang hebat.

Meski begitu, wisatawan di Petra tidak khawatir jika kecapaian dan tak mampu berjalan. Pasalnya, di sana ada transportasi kuda dan keledai, baik langsung ditunggang ataupun delman. Namun, kebanyakan wisatawan merasa rugi kalau harus naik del man karena tidak bisa menikmati ke jutan demi kejutan Petra yang sangat eksotis.

Meski tidak bisa menjamah semua sisi Petra, kami tetap merasa sangat puas telah melihat keajaiban buah tangan manusia tersebut. Biaya masuk yang terbilang mahal pun seketika tidak berarti karena telah terbayar lunas. Bahkan, Nico sempat menggoda kami sesaat setelah keluar kompleks Petra. Bagaimana kuota (tiket) Rp 1 jutanya, apa sudah dipakai semua? n 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement