REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Luqman al-Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah (PPH) Surabaya menggelar wisuda sarjana S1 dan penugasan kader dai angkatan ke-XVIII pada Sabtu (7/9). Sebanyak 35 sarjana dan dai akan ditugaskan ke berbagai pelosok negeri untuk berdakwah.
Para kader dai Hidayatullah itu berasal dari Program Studi Manajemen Pendidikan Islam (MPI) dan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Saat wisuda dan menerima tugas dakwah, mereka tidak mengenakan toga tapi mengenakan jubah dan kopiyah berwarna putih.
Ketua STAI Luqman al-Hakim PPH Surabaya, Mashud, mengatakan dengan digelarnya wisuda dan penugasan kader dai ini, bukan berarti tugas mereka telah usai. Justru penugasan ke pelosok-pelosok negeri adalah awal dari perjuangan mereka dalam mengabdikan diri untuk agama dan bangsa.
Dia menyampaikan, salah satu tujuan didirikannya STAI Luqman al-Hakim adalah melahirkan dan mencetak kader-kader yang siap ditugaskan kapanpun dan kemanapun.
"STAI Luqman al-Hakim Surabaya fokus pada gerakan tarbiyah dan dakwah sebagaimana concern dari organisasi masyarakat Hidayatullah," kata Mashud melalui pesan tertulis kepada Republika.co.id, Senin (9/9).
Dia menjelaskan, bagi yang bertugas di bidang dakwah, mereka mengabdikan diri untuk membina dan memberi pencerahan kepada umat. Sementara bagi yang bertugas di ranah tarbiyah, ada yang mendirikan sekolah berbasis pesantren, menjadi tenaga pendidik dan sebagainya.
Mashud bersyukur, para alumni STAI Luqman al-Hakim Surabaya mulai dari angkatan pertama hingga ketujuh belas telah tersebar di berbagai daerah. Mereka berjuang mendidik umat dan mengemban amanah dakwah.
Ketua Umum Dewan Pegurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Nashirul Haq, berpesan agar sarjana Hidayatullah harus memiliki idealisme yang tinggi. Para sarjana STAI Luqman al-Hakim PPH Surabaya harus mampu menawarkan pemikiran-pemikiran yang cerdas serta solutif untuk masyarakat dan pemerintah.
"Kemudian harus komunikatif, lewat komunikasi yang baik, sarjana-sarjana Hidayatullah harus bisa mempengaruhi dan meyakinkan masyarakat, menawarkan visi membangun peradaban Islam," ujarnya.
Nashirul juga mengingatkan sarjana STAI Luqman al-Hakim harus mampu bersinergi dengan berbagai kelompok. Serta bisa menjadi mediator ketika terjadi persoalan di tengah masyarakat.
Sarjana dan dai Hidayatullah sebagai seorang akademisi juga harus gemar membaca. "Bukan sekadar membaca buku-buku yang tipis, tetapi juga gemar membaca buku-buku yang tebal dan juga berbagai macam jurnal," ujarnya.
Nashirul menceritakan, Ustaz Abdullah Said Allahuyarham sebagai pendiri Hidayatullah selalu berpesan kepada santri. Pesannya, dengan ketaatan menunaikan tugas dakwah, ada doa para ustaz dan orang tua yang tulus meminta agar Allah SWT memudahkan segala urusan dalam mengemban amanah dakwah.
"Kita tidak bisa hanya mengandalkan intelektualitas atau kemampuan kita, tetapi perlu munajat doa dari para orang tua serta para ustaz, sehingga Allah SWT senantiasa ikut terlibat dalam setiap persoalan yang muncul di medan dakwah, sehingga kita pun mudah untuk mengatasinya," kata Nashirul.