Senin 09 Sep 2019 12:38 WIB

Warga Palestina Tahanan Israel Wafat di Sel Akibat Kanker

Kematian warga Palestina tesebut akibat dibatasinya akses medis.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Salah seorang tahanan Palestina di penjara Israel (ilustrasi).
Foto: Presstv.ir/ca
Salah seorang tahanan Palestina di penjara Israel (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH – Tahanan Palestina yang menderita kanker, Bassam al-Sayyeh, meninggal di penjara Israel pada Ahad (8/9) waktu setempat. Meninggalnya pria yang berasal dari distrik Tepi Barat, Nablus, itu disebut karena kelalaian medis.

Dilansir dari laman Wafa, Senin (9/9),sementara menurut rekan tahanan yang lain dan komisi mantan tahanan mengatakan, al-Sayyeh meninggal karena adanya unsur kelalaian medis dalam menindaklanjuti penyakit yang diderita tahanan. 

Baca Juga

Al-Sayyeh, 47 tahun, ditahan pada 2015 dan didiagnosis menderita kanker tulang pada 2011 dan kanker darah pada 2013.

Komisi itu menganggap pemerintah Israel sepenuhnya bertanggung jawab atas kejahatan rasis yang dilakukan terhadap warga Palestina, termasuk penyiksaan fisik dan psikologis dan kelalaian medis para tahanan, di antara pelanggaran lainnya, yang menyerukan penyelidikan atas kejahatan ini.

Kematian al-Sayyeh membuat jumlah tahanan Palestina yang meninggal di penjara Israel sejak 1967 menjadi 221 tahanan. Setidaknya 700 tahanan Palestina di penjara-penjara Israel menderita kondisi kesehatan yang serius, di antaranya 160 tahanan membutuhkan tindak lanjut medis yang mendesak.

Palestina telah menuduh pemerintah Israel gagal memberikan perawatan medis yang tepat atau bahkan menunda perawatan bagi tahanan yang sakit yang mengakibatkan kesehatan mereka memburuk.

Menurut Addameer Prisoners Support dan Organisasi Hak Asasi Manusia, bahwa "Berkenaan dengan perhatian medis dan perawatan yang memadai, Pasal 91 (Konvensi Jenewa Keempat) menekankan bahwa setiap tempat magang harus memiliki rumah sakit yang memadai..."

"Orang yang didatangi tidak boleh dicegah untuk menunjukkan diri mereka kepada otoritas medis untuk diperiksa. Pasal 92 menegaskan bahwa "inspeksi medis terhadap tahanan harus dilakukan setidaknya sebulan sekali ... ".

Jelaslah bahwa pemotongan pengobatan, atau akses ke seorang profesional medis, merupakan pelanggaran terhadap ketentuan khusus ini, dan karena itu merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional. "

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement