Senin 09 Sep 2019 14:07 WIB

Dahnil: Presiden Harus Dengar Suara Rakyat Soal KPK

Rakyat menyuarakan kekhawatiran terhadap poin-poin revisi yang melemahkan KPK.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Koordinator Juru Bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak (Kiri)
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Koordinator Juru Bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak (Kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak, menilai Presiden Joko Widodo harus mendengarkan suara rakyat yang menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Sebab, suara rakyat muncul karena kekhawatiran terhadap poin-poin revisi yang melemahkan KPK. 

"Seperti Dewan Pengawas KPK, penyadapan perlu izin Dewan Pengawas, penerbitan SP3 atau penghentian kasus. Gerindra akan mendorong agar Presiden memperhatikan keluhan itu," ujar Dahnil ketika dihubungi melalui pesan singkat, Senin (9/9).

Baca Juga

Dahnil menyampaikan, Partai Gerindra masih menunggu sikap presiden dalam menyikapi manuver DPR RI. Sebab, Partai Gerindra bukan fraksi yang mendorong agar undang-undang KPK direvisi.

Karena itu, Dahnil, mendorong presiden agar memperhatikan aspirasi serta kekhawatiran dari masyarakat terhadap nasib KPK pascarevisi nanti. "Kita berharap partai atau pihak yang mendorong, juga presiden memerhatikan apa yang menjadi kekhawatiran masyarakat pada saat ini, terkait upaya pelemahan KPK," kata Dahnil.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui revisi UU KPK pada Rapat Paripurna pada Kamis (5/9) lalu. Revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai pro dan kontra karena khawatir akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

Terdapat enam poin revisi UU KPK. Pertama, terkait kedudukan KPK berada pada cabang pemerintahan meski lembaga antirasuah tetap menjalankan tugas dan kewenangananya dengan independen.

Kedua, yaitu penyadapan. KPK boleh melakukan hal tersebut jika telah mendapatkan izin dari Dewan Pengawas.

Ketiga, penegasan KPK sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu. Artinya, komisi antirasuah itu diwajibkan bersinergi dengan lembaga penegak hukum lainnya.

Keempat, yakni tugas KPK di bidang pencegahan akan ditingkatkan sehingga setiap lembaga, instansi, dan kementerian diwajibkan menyelenggarakan pengelolaan laporan harta kekayaan terhadap penyelenggaraan negara. Kelima, terkait pembentukan Dewan Pengawas KPK, yakni nantinya terdapat lima orang yang bertugas mengawasi lembaga tersebut.

Terakhir, soal kewenangan KPK untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi yang tidak selesai dalam jangka waktu satu tahun atau SP-3. Penghentian itu harus dilaporkan kepada dewan pengawas dan diumumkan ke publik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement