REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia dalam paparannya bertajuk Global Economic Risk and Implications for Indonesia menganjurkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar melakukan pengawasan terhadap konglomerasi keuangan. Adapun riset ini turut menyoroti industri keuangan non bank yakni asuransi AJB Bumiputera dan Asurani Jiwasraya yang tidak mampu memenuhi kewajibannya.
“Perusahaan tersebut mungkin menjadi tidak likuid dan membutuhkan perhatian segera,” seperti dikutip dari paparan Bank Dunia pada Senin (9/9).
Kedua asuransi ini yang jadi sorotan Bank Dunia adalah meningkatkan visibilitas risiko dan ketahanan konglomerasi keuangan. Menurut Bank Dunia ada kesenjangan parah dalam regulasi dan pengawasan konglomerasi keuangan.
Menanggapi perihal ini, OJK merasa tidak pernah melakukan pembahasan pengawasan kedua asuransi tersebut. “Khusus sektor jasa keuangan, tidak pernah dilakukan pembahasan terlebih dahulu dengan OJK,” ujar Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot ketika dihubungi Republika.
Ke depan, OJK berupaya melakukan penyempurnaan pada pengawasan berbasis risiko. Kemudian OJK juga fokus pada penyempurnaan proses pengawasan serta penyusunan Early Warning System untuk langkah preventif dalam mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang bermasalah.
Sementara Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menilai OJK harus dapat memenuhi harapan publik yaitu sebagai lembaga independen. Sekaligus menunjukan kebijakan yang afirmatif dan memberikan perlindungan konsumen.
“Pengawasan mikroprudensial industri jasa keuangan itu wewenangnya OJK, bukan BUMN. Di mana jiwa leadership-nya OJK?" ucapnya.
Menurut Irvan saat ini OJK mengulur waktu dalam menyelesaikan persoalan Bumiputera dan Jiwasraya. Mengingat permasalahan kedua asuransi ini belum juga menemukan titik terang hingga bertahun-tahun lamanya.
“Lihatlah, terkait Jiwasraya, OJK seperti melempar kewenangan ke Kementerian BUMN,” ucapnya.