Selasa 10 Sep 2019 07:45 WIB

Perang dengan Menteri Susi, Anggaran Maluku Bakal Ditambah

Maluku berkontribusi banyak terhdap Produk Domestik Bruto dari sektor perikanan.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan pencapaian kinerja dan pengawasan Laut Natuna Utara di Jakarta, Senin (9/9/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan pencapaian kinerja dan pengawasan Laut Natuna Utara di Jakarta, Senin (9/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen membantu Pemerintah Provinsi Maluku untuk mendapatkan tambahan anggaran guna meningkatkan sektor kelautan di tahun depan. Komitmen tersebut seiring dengan kontribusi besar wilayah timur Indonesia itu dalam memproduksi ikan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berjanji akan menindaklanjuti permintaan Pemprov Maluku terkait penambahan anggaran ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Susi pun mengungkapkan wilayah Maluku sangat luas dan lautnya berkontribusi besar menyumbang ikan. 

Baca Juga

"Saya akan endorse Maluku ke Bu Menkeu, agar Kemenkeu memberikan tambahan anggaran," ujar Susi di kantornya, Jakarta, Senin (9/9).

Maluku, kata Susi, banyak berkontribusi menyumbang produk domestik bruto (PDB) dari sektor perikanan. PDB perikanan secara nasional terus tumbuh. Berdasarkan catatan KKP, pada kuartal II 2019, PDB perikanan tumbuh 6,25 persen atau lebih tinggi 29,39 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 4,83 persen. Sedangkan nilai PDB pada kuartal II 2019 naik menjadi Rp 62,24 triliun. Nilai PDB itu tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya Rp 58,58 triliun.

Komitmen Susi menaikkan anggaran itu menanggapi protes keras Gubernur Maluku Murad Ismail yang menyatakan 'perang' kepada Susi lantaran moratorium laut. Ismail menilai moratorium laut Maluku merugikan masyarakat setempat, padahal kontribusi perikanan di laut Maluku tak sedikit bagi pemasukan nasional.

"Masa guebernur mau perang sama menteri, kan sama-sama pemerintah," ungkapnya.

Dia menilai istilah moratorium sudah tidak ada lagi, yang ada hanyalah istilah negative list investor asing bagi perusahaan perikanan tangkap. Jika ada pihak pengusaha yang tak terima masuk di daftar, kata dia, hal itu juga bisa langsung memprotes ke KKP untuk diverifikasi agar datanya diperbaiki.

Terkait tudingan bahwa pihaknya menjegal anggaran untuk Maluku, dia justru berkata mendukung agar ada tambahan anggaran bagi daerah seperti Maluku yang memberi sumbangsih besar di sektor perikanan. Namun, Susi tak setuju bila tambahannya harus lewat Peraturan Presiden (Perpres), penambahan anggaran dinilai harus dilakukan melalui Kemenkeu. Dia juga mengimbau kepada Pemprov setempat untuk mengoptimalisasi fasilitas daerah agar supaya pelelangan ikan bisa dilakukan oleh daersh masing-masing.

"Kalau ada keluhan kenapa kapal-kapal dari Jawa tak melelang ikannya di Maluku, maka pasar pelelangannya dibuat. Jadi nanti kalau sudah ada, kapal-kapal itu bisa jual di Maluku dan itu bisa meningkatkan PAD (pendapatan asli daerah)," kata Susi.

Susi mengingatkan agar Pemprov Maluku menggunakan 13 pelabuhan yang bisa digunakan untuk docking dan landing kapal-kapal asal Jawa untuk melakukan pembongkaran. Hal itu agar pemerintah Maluku bisa memungut retribusi hasil tangkapan di perairan Maluku dan perikanan sehingga tak perlu diangkut ke daerah lain. Lewat optimalisasi tersebut pihaknya yakin pelaporan perikanan daerah bisa lebih akurat, perekonomian daerah meningkat, serta dapat memperbaiki bagi hasil antara anak buah kapal (ABK) dan Nahkoda dengan pembangunan tempat-tempat pelelangan ikan.

Di kesempatan yang sama, Susi juga menampik sejumlah tudingan yang dialamatkan padanya. Dia menyindir balik sejumlah pihak yang kerap menyebut dirinya sebagai menteri yang hanya sibuk menembak. Padahal menurutnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) meningkat dari Rp 300 miliar pada 2014 menjadi hampir Rp 1 triliun di 2019.

Mengacu statistik KKP, Nilai Tukar Nelayan (NTN) tercatat meningkat dari 106,41 per 2015 menjadi 114,24 per Agustus 2019. Ekspor perikanan pada 2017-2018 juga menunjukkan hasil positif, yakni volume ekspor naik 4,45 persen dan nilai ekspor naik 7,44 persen.

Selama periode 2015-2019, kata Susi, tren ekspor komoditas ikan cenderung meningkat tiap tahunnya. Adapun nilai ekspor udang naik 0,75 persen, tuna naik 7,5 persen, rajungan dan kepiting naik 2,92 persen, dan rumput laut naik 9,87 persen.

Kenaikan tersebut seiring dengan angka konsumsi ikan nasional per kapita yang juga meningkat. Pada tahun 2015 konsumsi ikan nasional hanya 41,11 kilogram (kg) per tahun dan tahun lalu sudah mencapai 50,8 kg per tahun. Dengan pemaparan kinerja tersebut pihaknya meminta kepada seluruh pihak yang menudingnya agar banyak membaca.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement