Selasa 10 Sep 2019 08:10 WIB

MUI Palu: Peran Tokoh Agama Krusial Akhiri Kekerasan Gender

Kekerasan gender berangkat dari paradigma salah di masyarakat.

Logo MUI
Logo MUI

REPUBLIKA.CO.ID, PALU— Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Palu, Sulawesi Tengah, menyatakan tokoh lintas agama memiliki peran penting akhiri kekerasan berbasis gender yang masih sering terjadi di masyarakat khususnya di Sulteng.

Ketua MUI Kota Palu, Prof KH Zainal Abidin di Palu, Senin (9/9) mengemukakan, peran tokoh lintas agama salah satunya mengubah paradigma yang bias gender.

Baca Juga

"Mencermati faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan gender dan pernikahan usia anak, tampak jelas bahwa faktor sosial-budaya lebih dominan, sehingga peran tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengubah paradigma berpikir masyarakat," kata dia. 

Prof KH Zainal Abidin menjadi salah satu pembicara yang dilibatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bekerjasama DP3A Sulteng dalam pelatihan pencegahan kekerasan berbasis gender bagi tokoh agama, adat dan masyarakat.

Guru besar pemikiran Islam modern sekaligus rektor pertama IAIN Palu itu menyebut tokoh lintas agama, termasuk adat dan masyarakat, perlu merekonstruksi paradigma kultural masyarakat dalam memaknai perbedaan gender.

"Hal ini harus dilakukan secara sistematis mulai dari lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, lingkungan sosial, dan lingkungan kerja hingga pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak diskriminatif gender," kata Rois Syuria Nahdlatul Ulama Sulteng itu.

Dia mengatakan, tokoh lintas agama, perlu melakukan reinterpretasi teks-teks keagamaan yang selama ini ditafsirkan secara harfiah dan bias gender dengan mengedepankan pendekatan subtantif terhadap ajaran agama yang pada prinsipnya menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia (laki-laki dan perempuan), dan prinsip-prinsip keadilan sosial.

"Termasuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang dampak buruk dari pernikahan usia anak," katanya.

Dia menambahkan, tokoh lintas agama perlu mereformulasi paradigma berpikir masyarakat dalam melihat makna suci pernikahan bukan sekedar untuk memenuhi gengsi sosial. Menikah di usia dewasa bukanlah aib sebaliknya menciptakan keluarga berantakan karena ketidakdewasaan, adalah aib besar bagi keluarga.

 

  

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement