REPUBLIKA.CO.ID, Permainan polo telah dikenal sejak dulu. Bahkan sebelum pemerintahan Islam berkembang. Polo merupakan salah satu cabang olah raga yang dimainkan dengan menunggangi kuda. Standar sebuah pertandingan polo terdiri dari empat set yang disebut chukka.
Satu kali permainan atau chukka berlangsung selama tujuh menit. Lalu setiap pemain di kedua sisi membutuhkan kuda baru untuk sesi berbeda.
Dalam bahasa Persia, permainan itu disebut Chogan. Chogan diperkirakan muncul sekitar 2.500 tahun lalu dari suku Arya atau Iran di Asia Tengah.
Sejarah mencatat, permainan pertama chogan berlangsung sekitar 600 Sebelum Masehi (SM). Tepatnya terjadi ketika orang Persia menyerang orang-orang Turki, dan kalah.
Dalam seni dan sastra Persia, ada seorang penyair yang hidup di periode tersebut hingga masa kejayaannya di Abad Pertengahan.
Disebutlah seorang penyair abad ke-10 bernama Abul Qasim Firdowsi yang dalam bukunya Shahnama (Book of Kings) memberikan beberapa deskripsi tentang polo.
Pertandingan ini disebutkan sebagai sebuah permainan yang menunjukkan kemampuan menunggang kuda dan mengasah keberanian pemain.
Satu abad kemudian, George Morrison dalam History of Persian Literature mengatakan, seorang amir dari Dinasti Ziyarid memberikan nasihat untuk putranya yang bernama Gilanshah.
Dalam pesannya dia menuliskan pesan kehidupan, "Makan, minum, bermain polo, membeli budak, berobat, membuat puisi, menjadi ahli militer, cinta, perkawinan, bermusik, dan banyak lagi."
Seorang penyair, astronom, dan ahli matematika abad ke-11 dan ke -12, Omar Khayyam turut menjelaskan polo secara lebih mendalam. Bagi para penyair Persia, polo bukan sebatas permainan.
Pasalnya, polo menjadi simbol dari kehidupan itu sendiri. Penjelasan mengenai polo tidak hanya ditemukan dalam literatur atau syair, polo digambarkan sebagai olahraga yang menarik.
Banyak perpustakaan besar di dunia dengan bangga menampilkan naskah bergambar dari Persia. Gambar tersebut memperlihatkan pertandingan polo yang diikuti peserta dari kerajaan dengan penonton yang bersorak gembira.
Polo kemudian berevolusi menjadi permainan para raja setelah dilindungi oleh kedaulatan Kekaisaran Parthia pada 247 SM sampai 244 M.
Dr Abdelrahman Abbar, seorang pengacara dan penggemar berat polo menjelaskan tentang pengaturan kuda, tongkat pemukul, dan bola dalam permainan ini. Penjelasannya pun sedikit mengerikan. Ia menyebut saat para pejuang dari Asia Tengah berperang, barang siapa berhasil membunuh jenderal musuh, berarti kelompok tersebut menang.
"Saat itu tidak ada telepon atau internet. Jadi sang pemenang akan membawa kepala jenderal musuh dan dipamerkan kepada pasukan yang kalah. Kepala jenderal ini ditancapkan pada ujung runcing, dan dilakukan estafet pada paku-paku yang lain. Jika terjatuh, akan diambil kembali menggunakan ujung runcing ini. Namun saat masa damai, mereka akan berlatih dengan kepala kambing atau domba," ujarnya.