REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Abdul Rochim mengemukakan, salah satu perusahaan Jerman yang akan mengembangkan industri berbasis minyak dengan menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia. Hasil produksinya bisa dipasok untuk memenuhi kebutuhan industri pelumas di dalam negeri, sehingga bisa menekan bahan baku impor.
“Apalagi, Indonesia punya bahan baku CPO yang cukup banyak. Ini bisa kita tingkatkan nilai tambahnya melalui hilirisasi industri,” kata Rochim di Jakarta, Selasa (10/9).
Hal ini pun sejalan dengan kebijakan mandatori biodiesel 20 persen (B20), yang akan ditingkatkan menjadi B30 pada awal tahun 2020 dan B50 pada tahun 2021.
Untuk potensi industri pelumas di dalam negeri, saat ini terdapat 44 perusahaan produsen pelumas dengan jumlah produksi mencapai 908.360 kilo liter per tahun, yang terdiri dari pelumas otomotif sebesar 781.190 kilo liter per tahun dan pelumas industri 127.170 kilo liter per tahun.
“Sementara, penyerapan tenaga kerja langsung di industri pelumas pada tahun 2018 sebanyak 3.157 orang, dengan ditambah tenaga kerja dari 140 perusahaan importir dan 580 perusahaan distributor pelumas, menjadikan total tenaga kerja di industri tersebut mencapai 4.898 orang,” sebutnya.
Rochim menegaskan, Kemenperin terus berupaya memacu daya saing industri melalui langkah kebijakan strategis yang berfokus pada memperkuat struktur industri, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Selain itu, perlu dilakukan promosi industri prioritas serta pengembangan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis digital untuk menciptakan nilai tambah tinggi di dalam negeri seiring dengan penerapan industri 4.0.
“Guna mendorong transformasi tersebut, kami telah menyiapkan berbagai kebijakan yang dapat memberikan stimulus agar industri kita bisa segera menerapkan transformasi industri 4.0,” imbuhnya.
Bahkan, untuk mendorong keterlibatan dunia industri dalam upaya penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas serta mengajak peran aktif dalam melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan, pemerintah telah memfasilitasi pemberian super deduction tax.
Hal itu tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
“Insentif fiskal itu akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi dengan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran,” terangnya.
Sementara itu, diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan oleh industri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi.
“Penerapan super deduction tax ini selain melengkapi insentif fiskal tax allowance dan tax holiday, akan mengakselerasi industri manufaktur nasional agar siap menuju revolusi industri 4.0,” tandasnya.