Rabu 11 Sep 2019 03:00 WIB

Di Balik Jernihnya Wadi Hanifah

Wadi Hanifah mampu menampung setidaknya 134 sel bioremediasi.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agung Sasongko
Wadi Hanifah
Foto: Tangkapan Layar Youtube
Wadi Hanifah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu teknik yang diterapkan untuk memperbaiki kondisi lingkungan Wadi Hanifah adalah bioremediasi. Teknik alami ini mengacu pada serangkaian habitat lahan basah yang terdiri dari tiga kolam besar, dengan panjang total 900 meter (lebih dari setengah mil).

Wadi Hanifah mampu menampung setidaknya 134 sel bioremediasi, di mana setiap selnya berisi ganggang, tanaman air, dan varian lainnya yang membentuk dasar dari jaring makanan. Dibantu oleh fitur desain, seperti bendung dan sekat, sistem ini secara efektif menyaring air, menghilangkan racun, bakteri berbahaya, dan polutan lainnya. Dengan begitu, air akan selalu jernih dan tidak berbau.

Baca Juga

Meskipun tidak dapat diminum, aman untuk kontak manusia. Teknik ini dinilai paling cocok diterapkan di Wadi Hanifah, mengingat bioremediasi membutuhkan tem pat yang besar, tapi lebih ekonomis dibanding perawatan mekanis lainnya. Ini adalah proses penyaringan yang sederhana, tapi berdampak besar, yakni limbah masuk, tapi air bersih yang yang keluar.

Seluruh wilayah bioremediasi di Wadi Hanifah akan mengolah sekitar 600 ribu meter kubik air limbah kota setiap harinya. Aquaculturist Eric Morales yang memantau 22 kriteria kualitas air setiap hari, menganggap fasilitas bioremediasi bukan hanya menjadi penyaring limbah, melainkan juga suaka margasatwa di dalam kota.

Banyak spesies burung yang hidup di sana, seperti elang, kuntul, bangau, dan burung camar. Ikan lele dan kura-kura juga hidup tenteram di kolam utama bioremediasi. Manfaat yang dihasilkan dari teknik penyaringan alami ini bukan hanya dirasakan para pengunjung Wadi Hani fah, tapi juga para petani di sekitarnya. Banyak pula bibit ikan yang disebar di kawasan bioremediasi.

Lantaran banyak ikan, memancing menjadi kegiatan yang banyak dilakukan warga saat bersantai di lembah ini. Fathi Noor Hassan, salah satunya. Sebelumnya, dia mengaku ragu untuk mengajak keluarganya ke Wadi Hanifah, terlebih untuk memancing. Namun kini, Wadi Hanifah menjadi tempat wajibnya bersama keluarga untuk menghabiskan akhir pekan.

"Sebelumnya, aku takut untuk datang ke sini bersama keluarga. Tapi sekarang, setiap ke sini aku merasa seperti berada di dekat Sungai Nil. Jika aku istirahat, aku membawa anak-anakku ke sini untuk memancing, katanya.

Salah satu area di Wadi Hanifah yang menjadi favorit untuk rekreasi warga Riyadh adalah Stone Dam Park. Setiap akhir pekan, kawasan ini di penuhi pengunjung yang menghabiskan waktu untuk bermain atau bersantai di bawah pohon rindang sambil memandang aliran air.

Keberhasilan restorasi Wadi Hanifah sehingga sukses menyabet penghargaan Aga Khan 2010, memang tak terlepas dari kenyamanan dan wahana rekresiasi yang disajikannya untuk masyarakat.

Salah satu juri penghargaan Aga Khan 2010 untuk bidang arsitektur mengatakan, poin plus lain yang menjadi pertimbangan juri adalah keberhasilan Wadi Hanifah menumbuhkan peluang yang menjanjikan bagi lingkungan, padahal sebelumnya tempat ini sangat tidak menarik bahkan dijauhi warga. Restorasi telah mengubah wadi ini dari sumber rasa malu menjadi kebanggaan,'' ujar sang juri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement