REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk menutupi defisit program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan diprediksi akan mendorong Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri turun kelas.
"Pengaruh kenaikan iuran BPJS yang bisa diprediksi ialah akan banyak PBPU yang pindah kelas dari kelas 1 ke kelas 2. Mereka berpikir kalau nanti sakit bisa naik kelas dengan urun biaya (cost sharing)," kata analis senior bidang perasuransian, Irvan Rahardjo, kepada Republika.co.id, Selasa (10/9).
Menurut Irvan, jumlah yang akan pindah dari BPJS, tidak bisa diprediksi karena santunan BPJS jauh lebih luas termasuk penyakit katastropik. Sistem yang diterapkan di JKN adalah sistem managed care, artinya sistem yang mengintegrasikan pelayanan yang tetap bermutu dan pembiayaan terkendali, dimana mekanisme untuk pelayanan perlu sistem berjenjang atau referal system.
Tujuannya, jika bisa ditangani oleh dokter umum, maka tidak perlu dirujuk ke dokter spesialis karena lebih mahal. Kondisi ini, kata Irvan, yang dipersepsikan warga bahwa layanan BPJS rumit, karena masyarakat terbiasa bayar fee for service. Sedangkan managed care pembayarannya dinegosiasikan dengan tarif yang terukur.
Selain itu, ia menilai kenaikan iuran BPJS tidak menjadi jaminan tidak terjadi defisit, apabila faktor-faktor lain tidak dikendalikan. Apalagi BPJS menjamin hampir semua santunan kesehatan yang dibutuhkan.
Menurutnya, iuran bukan satu-satunya solusi. "Tata kelola dan kepesertaan juga menentukan, misal urun biaya untuk penyakit katastropik dari peserta mandiri seperti di asuransi swasta. Cost sharing urun biaya ini sudah diterapkan di Jerman dan AS," jelas Irvan.