REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr Syamsul Yakin MA
Dalam penggalan hadits yang ditulis oleh Imam Thabrani, Nabi SAW bersabda, “Ada tiga hal yang dapat merusak diri sendiri. Pertama, sangat kikir. Kedua, mengikuti kehendak nafsu. Ketiga, kagum terhadap diri sendiri.”
Tentang hal yang pertama, Allah SWT berfirman, ”Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. al-Israa/17: 29).
Ayat ini adalah larangan Allah SWT untuk berlaku kikir dan berbuat boros. Kedua perbuatan ini disandingkan Allah dalam satu ayat agar manusia selalu ingat akan keduanya sehingga mengambil jalan tengah yakni hidup sederhana.
Allah SWT tegaskan, “Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah/2: 268).
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka. Apa yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di leher mereka) pada hari kiamat.” (QS. Ali Imran/3: 180).
Kedua, perbuatan yang dapat merusak diri sendiri adalah mengikuti kehendak nafsu. “… Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS. Shaad/38: 26).
Menurut al-Sya’bi, seperti dikutip Ibnu Qayyim dalam Ashbab al-Takhallaush min al-Hawa, hawa nafsu dinamakan al-hawa karena dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam neraka. Menurut Ibnu Qayyim sendiri, hawa nafsu adalah kecondongan jiwa.
Kecondongan jiwa itu bukan hanya kepada yang buruk saja tapi juga pada yang baik. Hal ini seperti yang dikakatan oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-Ulum wa al-Hikam. Jadi hawa nafsu atau kecondongan jiwa kepada keburukan saja yang harus dikendalikan.
Oleh karena itu hawa nafsu bukan diikuti tapi dikendalikan. Bukan juga dihilangkan. Karena manusia membutuhkannya. Misalnya, hawa nafsu untuk makan, minum, menikah diperlukan untuk keberlangsungan manusia.
Ketiga, perbuatan yang dapat merusak diri sendiri adalah bangga diri. Inilah bahaya bangga diri, ujub dan sombong, seperti sabda Nabi SAW, “Tidak masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat perasaan sombong kendati hanya sebesar biji sawi.” (HR. Nasa’i).
Nabi SAW bersabda, “Seseorang yang menyesali dosanya, maka ia menanti rahmat Allah. Sedang seseorang yang bangga diri, maka ia menanti murka Allah.” (HR. Baihaqi). Allah berfirman, “Janganlah kamu mengatakan dirimu suci …” (QS. al-Najm/53: 32).
Untuk terhindar dari rasa bangga diri, ingatlah senantiasa pesan Allah SWT, “Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata.” (QS. Yasin/36: 77).
Begitu juga ayat ini, “Kemudian, Kami ciptakan dari setetes air sperma itu menjadi segumpal darah. Lantas, dari segumpal darah itu menjadi segumpal daging. Kemudian, segumpal daging itu menjadi tulang-belulang. Setelah itu, Kami bungkus dengan daging. Akhirnya, Kami bentuk ia sebagai ciptaan Kami yang berbentuk lain. Maha pemberi berkah Allah, Tuhan Yang paling baik ciptaan-Nya.” (QS. al-Mu’minun/23: 14).