REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berupaya keras merealisasikan program 35.642 mega watt (MW). Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menyampaikan, sampai Juli 2019, proyek pembangkit tenaga listrik yang telah commercial operation date (COD) atau operasi komersial baru mencapai 3.768 MW atau 11 persen. Sementara, commited and on going sebesar 30.960 MW atau 87 persen berupa kontruksi, kontrak belum kontruksi, dan pengadaan.
"Sisanya sekitar 734 MW atau dua persen masih dalam tahap perencanaan," ujar Rida saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (10/9).
Sementara dari target 47.566 KMS untuk transmisi tenaga listrik, hingga Juli 2019, 37 persen telah selesai dan beroperasi. Sementara itu, 35 persen masih dalam proses penyelesaian, dan 28 persen dalam tahap prakontruksi.
Rida menambahkan, untuk target 114.284 MVA pada Gardu Induk, 56 persen telah selesai dan beroperasi. sisanya 22 persen dalam proses penyelesaian, dan 22 persen tahap prakontruksi.
Rida menyampaikan, Ditjen Ketenagakerjaan ESDM melakukan monitoring dan evaluasi setiap empat bulan untuk rapat bersama PLN dengan menginventarisasi kendala yang dihadapi PLN dan Independen Power Producer (IPP). "Kendala yang masih dalam kendali PLN, Ditjen Ketenagalistrikan menugaskan PLN segera menyelesaikan kendala agar proyek mencapai target COD sesuai dengan RUPTL PLN yang telah ditetapkan," ucap Rida.
Di luar kendali PLN, kata Rida, Ditjen Ketenagalistrikan membantu fasilitasi penyelesaiannya dengan mempertemukan stakeholder terkait, pemerintah, dan pemda, mencari solusi. Dalam memberikan fasilitasi tersebut, Ditjen Ketenagalistrikan melibatkan Kemenko Kemaritiman dan Kemenko Perekonomian.
Anggota Komisi VII DPR dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) Kurtubi mempertanyakan target program 35 ribu MW dan kapasitas yang akan dimiliki Indonesia ke depan. Kurtubi mendorong pemerintah mengunakan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dalam memenuhi kebutuhan kelistrikan tanah air ke depan.
"Selesainya kapan 35 ribu MW itu, dan saat selesai itu, berapa total kapasitas yang kita punya, apakah cukup untuk kebutuhan kita ke depan," kata Kurtubi.