REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Lebih dari 50 negara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyerukan agar India mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia di Jammu dan Kashmir. Pelanggaran itu terutama terjadi usai keputusan mencabut status khusus wilayah tersebut pada 5 Agustus lalu.
"Memburuknya hak asasi manusia dan situasi kemanusiaan di Jammu dan Kashmir, terutama setelah keputusan 5 Agustus 2019, membutuhkan perhatian mendesak oleh dewan Hak Asasi Manusia dan mekanisme hak asasi manusia," kata negara-negara itu dalam pernyataan bersama, dilansir dari Anadolu Agency, Rabu (11/9).
Pernyataan bersama itu muncul setelah Menteri Luar Negeri Pakistan Syah Mahmud Qureshi berbicara kepada Dewan HAM PBB di Jenewa. Puluhan negara tersebut meminta India untuk konsisten dengan Piagam PBB, resolusi Dewan Keamanan, dan standar hak asasi manusia dan hukum internasional.
"Menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang mendasar dari rakyat Jammu dan Kashmir, terutama hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan," demikian bunyi lanjutannya.
Pernyataan bersama tersebut juga menyerukan pencabutan jam malam dengan segera, mengakhiri penghentian komunikasi, dan pembebasan tahanan politik di Jammu dan Kashmir. India juga didesak untuk menghentikan penggunaan kekuatan yang berlebihan dan membuka akses bagi kelompok-kelompok hak asasi manusia dan media internasional.
Mereka juga meminta adanya upaya untuk menjalankan rekomendasi Kantor Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) terkait Kashmir, termasuk pembentukan komisi penyelidikan PBB untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan.
"Kami juga mendukung resolusi damai dari perselisihan Jammu dan Kashmir melalui implementasi resolusi DK PBB," demikian pernyataan itu.
Jammu dan Kashmir diblokade hampir total sejak 5 Agustus lalu, setelah India mencabut status khusus Jammu dan Kashmir. Pemerintah India telah memblokir akses komunikasi dan memberlakukan pembatasan untuk menggagalkan tiap aksi protes di wilayah tersebut.
Dari 1954 hingga 5 Agustus 2019, Jammu dan Kashmir menikmati status khusus di bawah konstitusi India, yang memungkinkannya untuk memberlakukan hukumnya sendiri. Ketentuan-ketentuan itu juga melindungi undang-undang kewarganegaraan di wilayah tersebut, yang melarang orang luar menetap dan memiliki tanah di sana.
India dan Pakistan sama-sama memiliki sebagian wilayah Kashmir tetapi mengklaimnya secara penuh. China juga mengendalikan sebagian wilayah yang diperebutkan, tetapi India dan Pakistan telah berperang dua kali terkait Kashmir.