REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap berkeyakinan langkah implementasi dari perluasan ganjil genap menjadi salah satu solusi ampuh dari berbagai persoalan utama Jakarta, mulai dari kemacetan, peralihan warga ke angkutan umum hingga pengurangan tingkat polusi udara.
Namun Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) kembali mengingatkan langkah perluasan ganjil genap ini sifatnya sementara, bukan diterapkan selamanya.
"Memang saat ini sudah diimplementasikan perluasan ganjil genap, tapi ingat penerapan ganjil genap itu cuma sementara, bukan kebijakan yang permanen harus ada kebijakan lain untuk segera menggantikan ganjil genap ini, yaitu jalan berbayar atau Elektronic Road Pricing (ERP)," kata Kepala BPTJ Bambang Prihartono kepada wartawan, Rabu (11/9).
Bambang menekankan implementasi perluasan ganjil genap, yang diterapkan sekarang sejatinya bukan lagi dipakai untuk mengurai kemacetan. Namun, menurut dia, implementasi perluasan ganjil genap sekarang difokuskan pada pengurangan emisi gas buang Co2. Sehingga tujuan selanjutnya adalah perbaikan kualitas udara.
Dengan demikian, ia berharap Dishub DKI Jakarta kedepannya di beberapa ruas penghubung ganjil genap menyempurnakan ketersediaan angkutan umum yang sangat memadai bagi masyarakat. Karena itu ia menyebut istilah kebijakan ganjil genap ini hanya sebagai kebijakan Antara.
"Harapannya agar shifting, terjadi peralihan dengan mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik dari awalnya menggunakan kendaraan pribadi, dan tujuan akhirnya, dengan berkurang signifikannya kendaraan pribadi, kualitas udara jadi lebih baik," imbuhnya.
Selanjutnya, sambung Bambang, kebijakan ganjil genap harus digantikan oleh kebijakan jalan berbayar atau ERP. Dengan pelaksanaan ERP ini pengguna jalan akan membayar dengan jumah tertentu untuk area tertentu. BPTJ sudah berharap 2019 atau paling lambat 2020, ERP sudah bisa dilaksanakan. Akan tetapi ada beberapa persoalan lelang ulang yang harus diselesaikan Pemprov DKI Jakarta.