Kamis 12 Sep 2019 00:42 WIB

Yogyakarta Perlu Ubah Manajemen Lalu Lintas

Jika tidak ada upaya apapun terhadap manajemen lalu linta, Yogya bisa alami kemacetan

Kemacetan lalu lintas di Yogyakarta.
Foto: Nico Kurnia jati.
Kemacetan lalu lintas di Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA  - Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan kondisi lalu lintas di Kota Yogyakarta semakin padat. Hal ini sebagai akibat bertambahnya pengguna kendaraan namun tidak diimbangi pertumbuhan jalan perlu diantisipasi sejak dini. Oleh karena itu, ia menilai Yogyakarta perlu segera menerapkan perubahan manajemen lalu lintas yang drastis.

“Dari berbagai kajian yang ada, jika tidak ada upaya apapun terhadap manajemen lalu lintas, maka dalam waktu lima tahun ke depan Yogyakarta akan mengalami kemacetan. Tentunya, kami tidak ingin hal itu terjadi sehingga perlu antisipasi sejak dini,” katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) lalu lintas di Yogyakarta, Rabu (11/9).

Menurut dia, kondisi lalu lintas yang padat atau macet justru akan menimbulkan kerugian bagi Kota Yogyakarta, salah satunya tidak akan ada wisatawan yang datang karena merasa tidak nyaman saat berkendara di dalam kota.

Keberadaan jalan tol yang nantinya dibangun sehingga tersambung langsung ke Yogyakarta, lanjut dia, tidak akan memberikan dampak pada perekonomian masyarakat karena wisatawan enggan masuk ke Kota Yogyakarta akibat kondisi lalu lintas padat dan macet.

“Jika tidak ada wisatawan yang datang, maka bagaimana Yogyakarta akan hidup. Sebagai kota wisata, kami mengandalkan kunjungan wisata agar ekonomi tumbuh,” katanya.

Sejumlah manajemen dan rekayasa lalu lintas yang bisa ditempuh untuk mengurai kepadatan lalu lintas di antaranya dengan memperbanyak jalan searah serta memisahkan arus masuk dan keluar kendaraan dari Kota Yogyakarta.

“Dengan jalan searah dan memperbanyak putaran arus lalu lintas, maka kendaraan tidak perlu berhenti di persimpangan tetapi bisa terus bergerak sehingga lalu lintas tetap lancar. Apalagi jarak antar simpang di Yogyakarta sangat pendek sekitar 200-300 meter,” katanya.

Jika kebijakan tersebut tetap tidak bisa mengatasi kepadatan kendaraan yang terjadi, maka bisa ditempuh kebijakan lain yaitu penerapan ganjil genap hingga penerapan kebijakan 3 in 1 untuk mobil pribadi.

“Penataan terminal dan transit oriented development (TOD) untuk memudahkan aksesibilitas masyarakat juga harus mulai ditata secara serius,” katanya.

Upaya untuk mengurai kemacetan tidak hanya dilakukan dengan mengatur lalu lintas tetapi juga pada kegiatan fisik berupa penyediaan ruang parkir di gedung publik.

“Misalnya, saat mengurus IMB ada persyaratan bahwa 20 persen dari ruang parkir yang tersedia harus bisa diakses umum. Dengan demikian, tidak ada lagi parkir tepi jalan umum yang bisa menghambat arus lalu lintas,” katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement