REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yerusalem. Inilah kota suci ketiga bagi umat Islam, setelah Makkah dan Madinah. Di awal perkembangan agama Islam, Yerusalem menempati posisi yang sangat penting.
Selama periode Makkah hingga satu tahun pascahijrah ke Madinah, kota itu sempat menjadi kiblat pertama bagi umat Islam. Setelah itu, Rasulullah SAW memindahkan arah kiblat ke Masjid Haram, di Makkah.
Pertautan Islam dengan Yerusalem juga tercatat dalam lembaran sejarah yang maha penting, yakni peristiwa isra mikraj Nabi Muhammad SAW. Perjalanan yang dilakukan Rasulullah SAW melalui isra mikraj itu sungguh amat istimewa. Sebab, lewat perjalanan itulah Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam untuk menunaikan ibadah shalat.
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS: Al Israa:1).
Yerusalem pun bertambah istimewa, lantaran di kota itulah beberapa rasul terdahulu menerima wahyu dari Sang Khalik.
Yerusalem memasuki babak baru ketika tentara Islam di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab mulai melakukan ekspansi pertama. Umar memerintahkan jenderal perang Muslim, Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menaklukan kepongahan Kerajaan Bizantium. Pada 638 M, Yerusalem dapat ditaklukkan tentara Muslim beserta kota-kota lainnya seperti Mesir, Suriah, Damaskus hingga Maroko.
Secara pribadi, Umar bin Khattab datang langsung ke Yerusalem untuk menerima penyerahan kota itu kepada kekhalifahan Islam. Awalnya, Umar ditawari untuk bersembahyang di dalam Church of the Holy Sepulcher, namun Umar menolak dan meminta supaya dibawa ke Masjidil Aqsa Al Haram Al Sharif.
Umar mendapati tempat itu dalam kondisi kotor. Ia lalu memerintahkan agar tempat itu dibersihkan. Khalifah pun membangun sebuah masjid kayu di tempat yang sekarang merupakan kompleks bangunan Masjid Al-Aqsa. Setelah itu, pemerintahan Umar membangun Kubah Sakhrah atau yang kemudian dikenal sebagai Kubah Umar.
Di bawah kepemimpinan Umar, kebebasan menjalankan ibadah dihormati. Toleransi antarumat beragama begitu harmonis. Setiap pemeluk agama bisa menjalankan ibadahnya sesuai agama dan keyakinannya secara tenang dan aman. Tak heran, jika kepala rahib Yerusalem amat berterima kasih kepada tentara Islam yang telah membebaskan mereka dari penindasan Bizantium.